[Perjalanan Donohudan I] - Yogyakarta Seklebat dan Misi Selesai (5)

Selamat pagi Yogyakarta, setelah kami sarapan di kamar masing-masing (dipesan dari transportasi daring), kami bersiap-siap mengemasi barang dan check out serta menitipkan barang-barang kami di resepsionis, karena ingin berjalan-jalan dahulu berputar kota Yogyakarta, apalagi desas-desusnya adalah Kak Mel akan pergi ke Bekasi (ke tempat pamannya). Tujuan pertama adalah melihat Jalan Malioboro, dan mulai jalan dari depan hotel Grand Inna.

Pemandangan Selasar Kamar

Malioboro

Kemudian, kami berdua jalan menyusuri Malioboro dengan mampir sejenak ke toko kelontong untuk membeli masker agar tidak terkena debu dan Coronavirus, dan harga masker sekarang agak mahal semenjak virus tersebut. Di Malioboro kami hanya berfoto-foto saja dan berjalan dari ujung jalan Malioboro sampai titik KM 0, yang dilanjutkan dengan naik Transjogja menuju Plaza Ambarrukmo (Amplaz).

Selfie kami di KM 0
Kenapa ke Amplaz? Jadi pas jalan kaki ke arah KM 0 tadi, saya terbesit dengan seseorang dan langsung chat dengan relasi saya, yaitu Mbah Dee, kebetulan beliau sedang tes kesehatan di laboratorium dan rencananya akan makan siang di Amplaz, saya langsung janjian dadakan dengan beliau walaupun ada temannya Mbah Dee yang berdomisili dari Balikpapan 

Ada kejadian konyol di sini, semestinya saya turun di halte bandara Adisutjipto untuk ganti bus, namun saya lupa kalau bus yang saya naiki ini tujuannya ke Prambanan (saya kira halte akhir nya di halte bandara), alhasil begitu mau turun bus, kami sudah tidak keburu dan akhirnya ngikut bus jalan dan turun di halte terdekat dari sana yang ternyata adalah kuburan (Kak Mel langsung terbelalak),  dari halte tempat kami turun, kamipun menyeberang jalan yang mengarah ke Amplaz dan memesan ojek daring dua motor (itupun salah satunya sangat lama).

Singkat cerita, kamipun tiba di Amplaz, dan mendapatkan kesempatan untuk mencoba jembatan penyeberangan baru yang menghubungkan antara Hotel Grand Ambarrukmo dengan Amplaz. Jembatan tersebut dilengkapi dengan lift sehingga kami tidak perlu capai naik tangga, bahkan menyambung langsung ke dalam mal. Jembatan penyeberangan tersebut dinamakan Ambaramarga.

Sumber Gambar : tempo.co
Pemandangan dari Jembatan

Tiba di mal, saya dikabarkan oleh Ibu Dee bahwa mereka berada di restoran berinisial RC (Suki dan BBQ), saya langsung membatin dalam hati bahwa bukan saya tidak tahu restoran tersebut (apalagi ada di dekat rumah), tetapi berapa uang yang harus saya keluarkan untuk makan di sana, dan ketika tiba kamipun memilih lauk yang dagingnya sama sekali sedikit, dan beberapa pelengkap rebusan serta nasi putih dan es teh lemon, tiba dikasir baki kamipun dihitung dan ketika keluar tagihannya saya langsung kaget karena totalnya Rp160.000,- alamak, makan di Yogyakarta tetapi rasanya seperti di Jakarta. Tetapi masih belum ada apa-apa dibanding abang bos ku pas kesini juga, waktu itu sedang makan siang bertiga sebelum ke bandara dan habis Rp500.000 di Pepper Lunch Amplaz. Edan dah.

Ibu Dee (kanan) dan kawannya yang kiri
Saya pun berkenalan dengan teman Ibu Dee yang berasal dari Gunung Kidul tetapi bekerja di Pelabuhan Ferry Kariangau sebagai petugas karantina dan sudah diangkat menjadi ASN, ternyata rumah domisilinya dekat dengan sepupu ku Simbok. Kami saling mengobrol banyak hal dan bertukar pikiran kira-kira hampir dua jam (sambil berpikir daging yang dibeli mereka berdua kok banyak sekali, tidak terbayang habis berapa itu), kami pun undur diri karena harus mengurus barang ke hotel serta Kak Mel dan sepertinya beliau memutuskan untuk jadi pulang hari ini ke rumah tulangnya (paman) di Bekasi. 

Sebenarnya, kami tidak langsung berangkat ke penginapan, hal itu terjadi karena Kak Mel sedang berkontak dengan relasi kami di Yogyakarta yang lumayan dekat dengan kami berdua yaitu Budhonk, katanya Budhonk mau menyusul kemari dan oleh karena itu kami tidak langsung cus ke penginapan, tetapi duduk-duduk dulu di selasar Amplaz yang banyak kursi sambil menunggu kabar. Namun, waktu itu beliau berada di Giwangan (bagian selatan Jogja) yang sedang hujan deras dan tidak tahu bisa tidaknya, maka kami agak luntang-lantung di sana apalagi rencananya Kak Mel mau pulang hari itu juga, akhirnya sebelum pergi ke penginapan saya membelikan tiket kereta dahulu untuk Kak Mel agar beliau lega, baru berjalan kaki ke halte TransJogja.

Selasar (Sumber : Google Street View / Maps)
Kami berangkat ke penginapan dengan TransJogja, karena murah dan efisien walaupun menunggunya sangat lama dan diperparah dengan keadaan hujan sangat deras, setelah lama menunggu akhirnya kami mendapatkan bus dan harus transit satu kali di SMK dekat stadion.  Ketika berganti bus yang mengarah ke penginapan, ternyata bus yang kami tumpangi memutar lagu lawas dan sangat menusuk hati sanubari yang intinya adalah selamat tinggal dan sampai bertemu lagi (lagu ini malah mengingatkan momen saya di Malioboro dengan Budhonk dan Ibu Riay pada Juli 2019), yang diperjelas dengan suasana hujan. Judul lagu tersebut adalah Kapan-kapan dari Koes Plus.

Hujan di kala menunggu bus




Tiba di halte, kami melanjutkan perjalanan dengan ojek daring menuju penginapan untuk mengambil barang, dan memindahkan barang ke hotel berikutnya yang tidak begitu jauh dari sana, saya sengaja memilih hotel yang lumayan besar dengan harga yang ekonomis karena saya agak kapok dengan penginapan yang saya pesan kemarin, karena agak seram, tetapi walaupun begitu harganya sangat bersahabat di kantong. Saya memilih hotel di Tjokro Style, Umbulharjo, karena mendekatkan dengan Budhonk yang sekarang tinggal di selatan Yogyakarta (dan sebenarnya sih Ibu Riay).

Hotel Tjokro Style (Sumber : Google Street View / Maps)


Interior Kamar
Ternyata Budhonk jadi menyusul bertemu di hotel ini juga, bahkan beliau sudah standby di parkiran dan saya pun menjemput beliau sambil berjabat tangan dan kemudian mengantarkan ke kamar untuk bertemu dengan Kak Mel, merekapun akhirnya berpelukan walaupun menurut saya hati mereka rasanya agak hampa, sepertinya luka menghampirinya, kau beri rasa yang berbeda mungkin ku salah mengartikannya (loh seperti lirik lagu lawas). 

Pertemuan antara Kak Mel dan Budhonk

Karena hari sudah mulai sore dan mengejar waktu keberangkatan kereta, Kak Mel pun izin mandi agar bersih, tetapi celakanya kamar mandi hotel ini walaupun menggunakan stiker kaca buram (bahasa desainernya sandblast stickers, bisa dilihat pada gambar di atas, bagian kiri) tetapi bayangan siluet orang yang beraktivitas di dalam akan terlihat walaupun samar-samar dan diperparah dengan posisi shower dan kaca yang berdekatan, alhasil Kak Mel pun mengeluarkan jurus mematikan lampu kemudian mandi, dan saya melihat ke arah Budhonk yang duduk di dekat jendela agar tidak menganggu Kak Mel.

Tetapi, Budhonk malah heboh sendiri karena katanya Kak Mel bukannya menjauh dari kaca malah bersender di kaca tersebut, alhasil bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah, alhasil saya terus melihat jendela karena bagaimanapun tidak enak juga. Akhirnya Kak Mel selesai mandi, kemudian gantian saya yang mandi dan ternyata dari luar kamar mandi mereka pada heboh karena katanya siluet badan saya terlihat, sayapun mandi sambil jongkok tapi katanya masih terlihat, akhirnya saya bomat dan menerapkan prinsip "mandi bebek", cukup semenit tetapi sudah mencakup mandi dengan bersih, keluar kamar mandi mereka terkejut keheranan katanya suaranya airnya tidak ada kok ujug-ujug selesai. Namanya juga laki-laki, dan saya sepertinya tidak akan merekomendasikan hotel ini jika perginya tidak sama keluarga.

Mereka berdua pun rasanya seperti temu kangen, sebenarnya ada obrolan juga bahkan membuat video singkat untuk paguyuban kami MR.DOOSSS tetapi entah rasanya Budhonk terasa hampa dan mungkin Kak Mel juga mungkin mempunyai pendapat tentang diri Budhonk.

Saya, Budhonk dan Kak Mel

Tidak lama setelah membuat video dan berfoto-foto, tiba-tiba ada yang menggedor pintu kamar dan ternyata yang datang adalah Ibu Riay sambil berkata F-word ala Jawa Timuran, padahal saya tidak janjian dengan beliau, ternyata beliau ke sini karena mau bertemu dengan Budhonk juga karena mereka berdua sudah lama tidak bertemu padahal satu kota (dan selanjutnya memang mau belajar untuk persiapan CPNS dengan saya). Mereka pun sempat mengobrol sejenak ketika Kak Mel sedang pusing ingin pulang hari itu atau keesokan harinya kepada pamannya, walaupun akhirnya harus pulang hari itu juga karena tiketnya tidak bisa dibatalkan karena terlalu mepet, dan akhirnya agak panik dan diputuskan carrier nya ditinggal dan saya yang mengurus pengirimannya ke Bekasi.

Perpisahan

Alhasil, saya berencana mengantarkan Kak Mel ke Stasiun Tugu dengan menggunakan transportasi daring, dan saya kira Budhonk akan ikut mengantar Kak Mel ke stasiun, ternyata realitanya tidak bisa karena beliau sudah ada janji dengan orang lain dan malah memasukkan Ibu Riay ke mobil (sebenarnya dia juga yang memesan) padahal Ibu Riay masih ingin berbincang-bincang dengan Budhonk karena sudah lama tidak bertemu, di sana saya merasa agak kecewa sebenarnya, apalagi perasaan Kak Mel dan Ibu Riay.

Tiba di Stasiun Tugu, saya langsung gercep membantu Kak Mel mencetak boarding pass dan melepas kepergiannya di Stasiun Tugu bersama dengan Ibu Riay yang baru dikenal oleh Kak Mel sejam yang lalu, dan misi saya untuk mengantarkan Kak Mel ke Donohudan berhasil. Selamat jalan Kak Mel. Seusai Kak Mel masuk ke dalam peron saya dan Ibu Riay balik lagi ke penginapan tetapi sebelumnya menemani beliau membeli ronde pesanan keluarganya Ibu Riay, dan entah kenapa bukannya langsung pulang kami malah nyasar ke sebuah mal di Malioboro, karena ingin melihat plafon yang rubuh pada saat itu dan sempat viral juga (dikarenakan Yogya hujan amat deras).

Plafon Mal Pasca Jebol

Dan konyolnya, katanya Ibu Riay bertemu saya niatnya mau belajar untuk persiapan CPNS tetapi beliau malah menyempatkan diri untuk bermain Pump di Funworld, setelah satu permainan akhirnya beliau menyudahi permainan dan langsung memesan transportasi daring menuju penginapan. Dan dari sana, Ibu Riay mengambil kunci motornya yang ketinggalan di kamar ku dan mengantarkan (drop) saya di kremesan, dan saya makan sendirian di kremesan.

Ibu Riay yang Lincah Main Pump

Kremesan yang dimaksud adalah ayam kremes, dijual di warung kecil dengan duduk lesehan, dan syukurlah saya mempunyai kemampuan berbahasa Jawa halus sedikit sehingga masih bisa dikira orang Yogyakarta asli, padahal saya asli Jakarta. Dan begitu bayar :

Saya     : Ayam setunggal, unjuk e jeruk anget, pinten bu?
Penjual : 15 juta
Saya     : Wah awis men bu wakakak (mahal amat bu), [smbl mnydorkan uang] nggih matur nuwun bu.



Rupanya ibu penjual nya mempunyai selera humor juga, tetapi porsinya lumayan banyak dan harganya amat murah, dan saya kembali ke hotel dengan ojek daring. Selesai sudah malam yang singkat itu, perjalanan dengan Kak Mel pun sudah usai dan bisa dibilang misi saya untuk mengantarkan beliau tes berhasil dengan sukses tanpa kurang suatu apapun juga.

Sebenarnya, saya berencana untuk pulang besok, tetapi ternyata ada perjalanan yang tidak diduga keesokan harinya. Apakah itu?

Komentar