[Perjalanan Donohudan I] - Pasca Tes : Salah Antar, Pergi ke Yogyakarta (4)

Pagi yang sepi di Kota Solo, bisa dibilang saya lagi berdiam diri di hotel sambil menunggu sarapan yang dibelikan ojek daring yang tidak kunjung datang, di sisi lain ternyata diam-diam Kak Mel lagi  berjalan-jalan dengan Bu Dew ke De Tjolomadoe, bekas pabrik gula yang sekarang menjadi objek wisata di Colomadu, Karanganyar.

Gambaran De Tjolomadoe

Lama kemudian, Kak Mel mengabari saya bahwa Bu Dew tidak ada helm untuk mengantarkan ke kota, alhasil saya berinisiatif untuk memesankan transportasi daring dari De Tjolomadoe ke hotel saya di Red Planet, dan hampir setengah jam berlalu seharusnya Kak Mel sudah sampai, tiba-tiba saya ditelepon oleh Kak Mel bahwa beliau sudah di lobi, padahal saya juga berada di lobi, saya tanyakan apakah hotel yang didatangi Kak Mel sudah benar apa belum, ternyata memang salah hotel karena pengemudinya mengantarkan Kak Mel ke Red Chillies Hotel di dekat Tirtonadi, sedangkan hotel saya berada di tengah kota. 

Tentu saja hal itu sangat menjengkelkan apalagi kami harus memburu waktu untuk naik kereta api ke Yogyakarta, dengan terpaksa akhirnya saya pesankan lagi ojek daring dari sana menuju hotel tempat saya menginap, dan butuh waktu sekitar 20 menit, benar-benar buang waktu. Hanya saja untuk pengemudi ojek daring yang salah tersebut tidak saya laporkan ke pihak aplikator, kasihan.

Rute yang semestinya
Rute yang akhirnya ditempuh
Kak Mel pun akhirnya datang, dan langsung mengambil barang-barangnya serta saya pun melakukan check-out dari hotel tersebut, selesai semua urusan di hotel kami langsung berangkat menuju stasiun kereta api dengan menggunakan transportasi daring, walaupun saya lihat di aplikasi KAI ternyata tiket kereta lokal sudah habis dan KA jarak jauh pun tidak bisa dipesan dari sana, akhirnya kami memutuskan untuk go-show di Stasiun Balapan.

Tiba di Stasiun Balapan, benar saja, antrean untuk KA lokal (Prameks, Solo Express, dan sejenisnya) sudah sangat panjang seperti antre pembukaan toko pakaian baru dari Swedia, itupun jam keberangkatannya sore hari, karena saya butuh tiket segera maka saya langsung ambil haluan ke loket KA jarak jauh, dan saya bela-belain membeli tiket eksekutif karena hanya kelas tersebut yang menyediakan tempat duduk satu deret, sedangkan bisnis dan ekonomi sudah terpencar-pencar.

Antrian KA Lokal
Selesai pembelian tiket kereta api, saya pun balik lagi ke tempat kak Mel untuk mengambil barang dan berjalan lumayan jauh menuju pintu masuk keberangkatan, jadi bolak-balik. Tetapi kami tidak terburu-buru karena keretanya pun belum datang, karena kereta api kami datang dari arah Jember, bukan kereta api yang memulai dari Solo Balapan.

Kereta api yang ditunggu pun datang, berhubung rangkaian kelas eksekutif letaknya paling belakang maka fasilitas darat di stasiun pun tidak memadai karena peronnya berjenis peron renda atau on-ground (tidak dinaikkan selevel dengan pintu kereta) serta tidak ada kanopi untuk panas dan hujan (untungnya waktu itu cerah), ditambah dengan tidak adanya petugas darat di sana, alhasil penumpang berinisiatif secara swadaya untuk menggotong tangga sendiri demi naik ke atas kereta api, bayar lebih fasilitas minim. Sedangkan yang bisnis malah enak karena antara kereta api dan peron selevel.

Salut

Gerbongnya dalam kondisi yang lumayan baik, terlihat sudah direnovasi beberapa bagian sehingga terasa lebih segar interiornya walaupun gerbongnya agak lawas (seperti zaman KA Gajayana sebelum new image) , toiletnya pun terasa luas walaupun saya tidak jadi menggunakannya karena kloestnya dalam kondisi ditutup, takut ada jebakan. Perjalanan dengan kereta api membutuhkan waktu satu jam.

Rangkaian Kereta Ranggajati

Tiba di Yogyakarta, kami pun beristirahat sejenak di pinggir peron sambil saya mencari penginapan yang pas dan murah, kebetulan juga badan kami agak lelah. Akhirnya diputuskan penginapan yang akan kami inapi berada di Jalan Perintis dekat dengan XT Square dengan membuka dua kamar dan dengan menegaskan kepada Kak Mel harus berani tidur sendiri. Kami berangkat dari stasiun menggunakan transportasi daring, saya kira pengemudinya sudah sepuh soalnya bahasanya seakan-akan menuakan diri, ternyata umurnya masih seumur abangku satu tingkat, alamak. Katanya beliau sering main di Potlot sewaktu tinggal di Tangerang,

Sampai di penginapan, ternyata penginapan ini sebenarnya memang beneran hotel, tetapi sangat terasa aura tua nya, dan yang lebih aneh lagi kami mendapatkan kamar di bagian belakang, jauh dari lobi padahal bawa banyak barang, dengan kondisi kamar yang suram dan tua, rasa horor nya sangat terasa, tetapi untungnya kak Mel ada kegiatan gereja jadi beliau bisa pergi, sedangkan saya sendiri juga keluar mencari warmindo untuk makan sore, sambil menghubungi teman yang kebetulan tinggalnya dekat situ. Walaupun ujung-ujungnya tidak kunjung datang juga, alhasil saya balik ke hotel karena kak Mel sudah selesai.

Lobi

Kamar Yang Saya Tempati, Pada Eranya Mungkin Mewah
Warmindo


Saya balik ke hotel untuk menemui Kak Mel, tetapi teman saya (sebut saja namanya Ibu Riay) baru bisa menghubungi dan ujug-ujug berkunjung ke hotel untuk menjemput saya dalam rangka hendak belajar untuk mempersiapkan CPNS, di situ pikiran saya kepecah sebenarnya. Akhirnya saya berangkat mencari tempat dan dipilihlah Yogyatourium milik Dagadu.

Inilah Ibu Riay dan Yogyatourium
Saya dan Ibu Riay membahas soal sambil mengemil kentang goreng dan es lemon teh untuk mendinginkan pikiran sedangkan Ibu Riay memakan telo goreng dengan minum yang dibawanya sendiri dari rumah, tetapi walaupun raga saya di sana tetapi pikiran saya justru tertuju ke Kak Mel yang berada sendirian di hotel, selain sendiri juga dalam keadaan lelah, sudah begitu beliau sedang kedatangan "tamu" dan susah ditebak maunya apa, hanya bisa bilang "wah" aja. Akhirnya saya pesankan makan saja dari sini, untuk dikirim ke penginapan.



Singkat cerita, saya percepat kunjungan saya di sini karena kasihan Kak Mel tidak bisa sendirian, tetapi sebelum balik saya ditawari untuk belajar motor dengan Ibu Riay dengan posisi saya di belakang dan Ibu Riay di depan, saya pun memegang stang motor sambil ngegas dan karena saya belum pernah memegang motor sama sekali alhasil jalannya meliak-liuk dan mau jatuh. Koplak dah. Untungnya tidak ada insiden yang terjadi, dan selesai dari sana kami langsung balik. Rasanya gua memang perlu belajar motor. 

Tiba di hotel, saya pun dicegat oleh petugas hotel bahwa ada teman saya yang request untuk pindah kamar, dan saya langsung mengiyakan dan ditunjukkan bentuk kamar yang akan saya tempati, awalnya saya ditunjukkan kamar di lantai bawah, walaupun kondisinya masih terasa horor tetapi saya iyakan saja daripada di tempat yang saya tempati sekarang dan saya langsung pergi ke kamar saya untuk bersiap dan mengabarkan ke Kak Mel bahwa kita pindah kamar. Ketika kami sudah mau pindah, orang hotel datang ke kamar kami dan malah ditawari kamar di daerah lobi, kalau kata mereka kamar Deluxe dan di-upgrade gratis, ya tentu saya lebih memilih kamar tersebut walaupun belum saya lihat, karena dekat dengan lobi, lagian lebih segar juga walaupun ukuran kamarnya jauh lebih kecil.

Pindah Kamar

Saya pun sempat mengobrol sedikit dengan Kak Mel malam itu di depan kamar yang ada terasnya, baru pergi ke kamar masing-masing untuk tidur karena badan masih terasa capek, terutama hati yang lelah.

Komentar