Prolog
Seperti cerita sebelumnya, bos alias abang mempunyai aktivitas yang baru beberapa waktu sedang ditekuni yaitu menjadi produser (bersama rekannya yang bernama Pak ID) di sebuah rumah produksi yang diinvestasikan oleh mereka dan sebut saja namanya "Terjadi" yang mana sudah beberapa miniseri dan film yang telah dibuat dan beberapa adalah film tentang Taman Nasional di Peutjang (walau belum jadi), Halimun Salak dan Kelimutu yang rencananya akan diresmikan pada acara Hari Konservasi Alam Nasional di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Katanya film ini akan diresmikan oleh orang penting yang ujung-ujungnya 'hanya' diresmikan oleh Wakil Menteri LHK, beserta Gubernur NTT dan jajaran penting lainnya, dan diajak oleh abangku untuk mengawal dia ya tentu saya terima tanpa mikir karena aku belum pernah ke NTT.
Satu minggu sebelum berangkat ke Kupang aku berkesempatan untuk casting dan main film (kisahnya ada di postingan 'Ciletuh') dan kali pertama berkenalan dengan CEO "Terjadi", nama rumah produksi abangku terlibat dan sebut saja namanya Mas Khalid, perawakannya well-dressed terlihat alim dan menurut kami dia kalem sampai kami bertemu lagi di sebuah restoran di halaman belakang yang jualan sayap ayam di Kemang di hari berikutnya.
Mas Khalid juga akan ikut ke Kupang karena beliau adalah direktur alias CEO di rumah produksi "Terjadi".
Prolog |
Kisah
Empat hari dari restoran di Kemang itu, saya bersama dengan bos berangkat menuju rumah temannya abangku yaitu Pak ID di daerah Cilangkap untuk menjemput beliau lalu lanjut ke bandara melalui tol JORR, yang menyetir adalah kawan si bos yaitu Pak Fai, dia tidak diajak karena urusannya lain (tidak shooting), tetapi dia akan ikut ke Sukabumi untuk shooting yang kisah lengkapnya ada di postingan "Ciletuh"
Tokoh kali ini :
- Abangku alias bos
- Pak ID, rekan abangku di pekerjaan, yang juga investor film
- Mas Khalid, direktur atau CEO rumah produksi"Terjadi"
Tiba di bandara, kami berpisah karena kasta kelas yang berbeda dan mungkin karena muka saya seperti orang bingung, ada seorang bapak-bapak berperawakan gagah (kalau dari name tag sepertinya bapak itu polisi tanpa seragam) yang tiba-tiba mencegat saya dan menanyakan saya mau kemana, kemudian bapak tersebut memanggil karyawan pasasi untuk mengurus tiket saya dan pasasi meminjam identitas saya untuk check-in tanpa ditanya tiket dan hasil antigen, ajaibnya tidak ada dua menit boarding pass saya sudah keluar bahkan lebih cepat daripada penumpang kelas bisnis sekalipun, walau saya tidak bisa meminta untuk duduk di jendela darurat tetapi setidaknya hal itu memangkas waktu sekali, maka dari itu tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepadanya.
Saya menghampiri bos yang sudah bertengger di ruang tunggu eksekutif kelas bisnis bersama temannya dan memberikan saya uang jajan untuk makan malam saya, dan waktu sudah hampir tengah malam maka restoran yang buka terbatas dan saya lihat harganya tidak ngotak karena mahal banget, oleh karena itu saya ngide masuk ke salah satu lounge "udara biru" dengan pede menunjukkan kartu yang saya punya dengan harapan bisa masuk gratis walau hasilnya zonk karena kartu saya tidak laku yang ujung-ujungnya saya bayar Rp150.000,- tetapi karena lapar dan ngantuk ya saya trabas saja.
Masuk lounge, ternyata ruangannya cukup luas dan terlihat masih baru dan cukup nyaman, sayang pilihan makanannya agak terbatas mungkin karena faktor sudah malam, hanya nasi putih, nasi goreng, mie goreng dan ayam goreng yang alot dan kalau pagi sampai sore ada demo cooking masak mie instan. Untuk makanan ringannya ada roti, gorengan, rebusan, dan bubur ayam. Untuk minuman ada teh tubruk/biasa, air putih, dan infused water, sebenarnya ada bir tetapi harus nambah Rp50.000.
Karena tidak mau rugi, saya santap semua yang ada di sana kecuali yang berbayar, rasanya biasa saja tidak ada keistimewaan.
Menurut saya lounge ini cukup oke karena pemandangannya langsung menghadap ke apron karena sekarang banyak lounge yang tidak mempunyai pemandangan yang bagus. Fasilitas lain adalah ada ruang rapat, sofa semi privat, meja makan, mushola, dan toilet.
Karena waktu keberangkatan sudah tiba, saya jalan ke gate dan harus menggunakan bus, tetapi karena saya membujuk ground-staff yang ada di situ alhasil saya tidak jadi naik bus yang ramai tersebut dan bisa bareng bapak-bapak itu di mobil HiAce yang lebih privat ke pesawat, walau tiba di pesawat kita berpisah karena saya duduk di belakang dan apesnya adalah saya tidak bisa tidur karena belakang saya persis adalah baris jendela darurat sehingga kursinya tidak bisa dimundurkan sedikit, solusinya adalah saya minum Antimo agar tidur, ternyata tidak bisa nyenyak juga apalagi subuh-subuh ditawarkan makanan yang saya makan sambil merem.
Tiba di Kupang, akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di tanah Nusa Tenggara Timur lebih tepatnya di Pulau Timor, awalnya saya kira bandaranya masih primitif ternyata sudah menggunakan garbarata (walau garbaratanya terlihat tua) dan cukup besar kurang lebihnya seperti Bandara Adisumarmo Solo di Boyolali hanya kurang terawat saja.
Keluar bandara kami langsung dijemput oleh staf yang sudah duluan ke sana yaitu Bu Lili yang menyambut kami di bandara dan kami diantarkan dengan mobil Innova yang berbeda dari Bu Lili dan kami diantar oleh oleh Pak Dion, dengan tujuan pertama ke tempat makan pagi di sebuah rumah makan biasa untuk makan nasi kuning yang sebenarnya rasanya acak-adut tetapi harganya juga acak-adut (pak ID sampai kaget ketika mau mengeluarkan uang dari dompet 'Elvi Sukaeisih' nya)
Selepas makan, kami diantar ke acara puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) di Pantai Lasiana, Kupang NTT yang merupakan tujuan utama kami.
Untuk sekadar informasi singkat yang disadur dari laman KLHK, HKAN merupakan hari peringatan yang memiliki tujuan untuk mengampanyekan pentingnya konservasi alam bagi kesejahteraan masyarakat. HKAN juga memiliki tujuan untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelamatkan ekosistem alam. HKAN ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Hari Konservasi Alam Nasional.
Saya tidak terlalu tertarik dengan acara seremonialnya yang khas dengan gaya birokrat, lebih memilih untuk melihat berbagai pameran beberapa Balai Taman Nasional di Indonesia yang menyuguhkan informasi dan pernak-pernik dari masing-masing daerah tersebut, saya langsung tertarik dengan Balai Taman Nasional Kelimutu di Ende yang begitu niat pamerannya dengan menampilkan video dan gambar-gambar, dengan menjual kopi lokal dan gelas serta tempat minum dari bambu yang menarik. Selain itu bos mempunyai proyek pembuatan film di Kelimutu yang mana harusnya saya bisa kesana tetapi tidak jadi karena kesibukan, di sana kami ngobrol-ngobrol singkat.
Karena abangku ada sidang maka dari sana kami langsung cabut mencari tempat yang enak untuk sidang daring dan diputuskan untuk pergi ke kedai kopi ternama asli Indonesia yang ternyata satu lokasi dengan direktur rumah produksi dan Ibu Lili menginap (Hotel A). Tiba di kedai kopi, kami ketemu dengan Mas Khalud saya mengurus persiapan untuk Zoom termasuk mengurus sabak elektroniknya agar tidak ada gangguan walau tetap saja ada gangguan dari eksternal seperti suara speaker kedai kopi yang kekencengan dan orang ngobrol, alhasil pinjam headset (bluetooth) Mas Khalid agar suaranya dapat teredam tetapi sama saja tidak ada pengaruhnya, untungnya tidak ada halangan yang berarti.
Selesai dari zoom meeting dan nongkrong di kedai kopi, kami melanjutkan perjalanan ke restoran yang dari luar sepi tetapi dalamnya bagus dan terkesan mewah dengan suasana outdoor beserta kolam renang dengan pemandangan langsung menghadap ke laut, nuansanya seperti di Labuan Bajo. Restoran ini menjual seafood, masakan Indonesia bahkan minuman beralkohol dengan harga standar Jakarta, agak mahal memang.
Lagi-lagi bos minta tolong lagi kepada saya untuk merekam dia berpidato dalam rangka hari guru (dia ketua komite), lagi-lagi dalam proses perekaman kita diganggu lagi oleh suara angin pantai yang keras, suara speaker yang melantunkan musik (lagi) dan bapak-bapak (sepertinya pemilik atau pengelola restoran) yang daritadi memperhatikan si bos dengan muka sinis yang membuat mood bos jadi rusak dan menunda pidatonya (yang kemudian direkam di hotel karena tangan gua juga pegel karena tangan kanan megang hape sedangkan tangan kiri megang kertas contekan yang terbang mulu).
Makanan datang, rasanya standar saja, yang tidak standar adalah harganya sehingga bos terkaget. Di restoran ini kami cukup lama nongkrong sampai ketiduran karena nunggu relasi pak ID yang baru datang dari Bali namanya Pak Dali, penampilannya sih seperti orang tidak punya uang dengan kaos dan celana pendek yang dipadu dengan tas selempang kecil yang harganya paling cuma Rp20.000-an, bahkan beliau ini jarang ke kantor (beliau kerja secara mobile di Bali), tetapi begitu dia buka tas yang 'murah' itu isinya kartu hitam prioritas semua.
"Don't judge by its cover"
Selesai makan, kami pergi ke hotel dan sialnya harus nunggu 15 menit karena kamarnya belum siap selain itu hotelnya juga ramai dengan orang-orang yang menghadiri acara yang sama di Pantai Lasiana, syukurlah kami dapat kamar dengan lantai yang cukup tinggi serta pemandangan yang benar-benar indah karena langsung menghadap ke laut. Untuk sekadar informasi katanya hotel ini yang paling tinggi dan terbaik di Kupang, padahal di daerah lain hotel ini levelnya standar saja. Dan hotel ini dipenuhi oleh para tamu atau hadirin dari acara HKAN terutama dari level yang VIP.
Sorenya, kami diajak ke tempat nongkrong di dataran tinggi yang agak jauh dari hotel, mereka menyebut tempat ini 'tebing', kafenya mungkin terlihat sederhana tetapi pengunjung yang datang lumayan ramai dan harganya juga relatif terjangkau, pemandangannya bagus karena langsung menghadap ke laut dan dermaga dengan latar belakang pulau sekitar Kupang, vibes nya seperti di NTT. Kami duduk-duduk di sini berbincang-bincang sambil menyaksikan matahari terbenam nan indah hingga langit gelap.
Karena perut sudah keroncongan, kami beralih ke daerah lain untuk menyantap makanan hasil laut di tempat makan (street food) yang menjajakan berbagai macam lauk pauk yang nanti bisa dimasak, namun karena kami terlihat orang luar maka kami digetok yang mana harga satu ekor ikan adalah Rp200.000 yang mana harga segitu lebih mahal dari restoran pinggir laut langganan kami di Ancol dan Pluit, dan untuk sekadar informasi rata-rata yang jualan di sana adalah pendatang.
Kami mencoba jalan lagi ke dalam dan menemukan harga makanan yang lebih murah bahkan lebih variatif dan ironi nya yang jualan adalah orang dari Pulau Jawa, begitu kita bisa ngomongnya harganya langsung lebih murah, dan yang makan di sana juga rombongan dari orang-orang yang mempunyai hajat di HKAN juga.
Kelar makan, kamipun kembali ke hotel masing-masing karena besok harus menghadiri acara.
Peringatan Puncak Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2021 di Kupang NTT
Ketika orang masih berada di pulau kapuk alias masih tertidur di kasur, kami sudah siap dan rapi untuk persiapan berangkat ke acara HKAN, sebelumnya kami makan pagi dulu untuk menambah tenaga, karena hotel ini sudah dipesan oleh rombongan dari kementerian untuk acara HKAN, maka bisa ditebak restoran isinya orang-orang yang memakai baju yang sama dengan abangku dan Pak ID.
Pilihan makan pagi di hotel ini cukup variatif hanya saja rasanya sudah seperti tidak ada COVID-19 lagi karena sistem buffet tidak diambilkan oleh pegawai hotel. Setelah makan kami langsung berangkat ke tempat acara Puncak Peringatan Hari Konservasi Nasional yang dilaksanakan di Pantai Lasiana Kupang Nusa Tenggara Timur yang telah kami survei sebelumnya. Seperti biasa kami diantarkan oleh Pak Dion.
Tiba di lokasi, abangku dan Pak ID menemui Bu Lili yang sudah siap sedia (standby) dan mengarahkan dua bapak-bapak itu ke tempat mereka duduk dengan nama yang sudah ditempel sebelumnya karena mereka termasuk rombongan VIP, sedangkan saya bersama Bu Lili mendatangi basecamp yang sebenarnya adalah tempat mereka taruh barang dan kami menemui Mas Khalid yang sedang makan, akupun juga ditawari makan kelapa oleh Bu Lili dan kami menikmati makanan tersebut bersama-sama, karena acara sudah mau dimulai akhirnya kelapa yang baru separuh santapan harus ditanggalkan untuk melihat prosesi acara.
Bu Lili bertugas untuk membagikan brosur untuk tamu dan pengunjung yang menghadiri acara sedangkan Mas Khalid berdiri di samping tempat acara sambil berputar-putar melakukan seksi dokumentasi apalagi acara ini dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, Wakil Menteri LHK, Wakil Walikota Kupang dan beberapa kepala daerah (setingkat bupati) dari beberapa wilayah di Indonesia. Oleh karena itu bisa dibilang acara ini lumayan penting.
Prosesi acara diawali dengan penyambutan tamu penting yang telah disebutkan di atas, bersamaan dengan sajian tarian khas Nusa Tenggara Timur, dilanjutkan dengan doa dan pidato dari orang-orang penting tersebut, saya agak tertarik dengan pidato pak gubernur yang lumayan membara sehingga membuat para hadirin yang datang tidak mengantuk.
Singkat cerita, film yang telah dibuat oleh tim "Terjadi" akhirnya dirilis oleh Wakil Menteri, Gubernur, dan Dirjen dan sedikit cuplikan trailer dari film yang telah dibuat sebelumya di Taman Nasional Halimun (cerita ada di sini) dan Taman Nasional Kelimutu (tidak ikut). Kemudian tamu penting berputar mengelilingi stan dan aku ikutan keliling juga karena kapan lagi bisa ikut rombongan orang penting dan begitu mereka mau melepas burung di pinggir pantai maka aku memisahkan diri tidak ikutan karena tanda acara mau sesi istirahat (break).
Para dua bapak-bapak itu sebenarnya dapat jatah nasi kotak tetapi mereka memilih untuk tidak mengambil nasi kotak itu dan memilih makan di restoran saja, kamipun melihat ada stan dari Bank NTT yang membantu UMKM untuk berjualan, dan seperti biasa pak bos memborong banyak barang dan membagi-bagikan ke kami semua yang ada di sana.
Karena perut kami semua lapar, maka kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu di restoran pinggir laut Handayani yang letaknya lumayan jauh dari acara, memang suasana dan makanannya enak serta harganya terjangkau jika dibandingkan yang kemarin tetapi proses masaknya sangat lama sehingga Mas Khalid ketiduran bahkan yang lebih dahsyat adalah kita baru mau berangkat ke lokasi ketika acara sudah mulai kembali, dan celakanya jalan pada saat itu sedang ramai tidak seperti biasa ditambah telepon dari Bu Sinta yang mengabarkan bahwa bapak-bapak itu harus naik ke podium.
Ilustrasi pemandangan dari restoran |
Alhamdulillah, memang masih hoki karena kita sampai benar-benar tepat waktu padahal orang-orang sudah naik ke atas podium tetapi untungnya dua bapak-bapak itu belum disebut jadi masih bisa menerima penghargaan walau mereka harus lari seperti dikejar anjing, bahkan aku juga dititipin banyak barang oleh mereka berdua sehingga aku juga ikutan lari tapi seperti dikejar Satpol PP yang bawa banyak barang dagangan, tapi tas dan ponsel mereka seisi-isinya kalau gw loakin bisa dapat mobil kali ya.
Ketika mereka turun podium langsung minta difoto dan sertifikat penghargaannya dikasih kepada Bu Lili untuk disimpan dan diurus, lalu sempat mengobrol sebentar di stan TN Kelimutu untuk menikmati kopi dan ketika MC di panggung membacakan stan terbaik menyebutkan stan TN Kelimutu yang menang kami ikut sorak gembira karena sesuai dengan film yang telah dibuat oleh tim "Terjadi". Abangku di sana memang jago untuk mengobrol dengan siapapun termasuk Bu Sinta.
Selesai mengobrol, abangku kembali ke stan Bank NTT untuk membeli barang (lagi), kali ini beli sasando yang kemudian disudahi dengan sesi foto ramai-ramai bersama penjualnya, ketika di panggung lagi menari bersama lagu Hioko Tobelo dari Maluku dan ditutup dengan lagu favoritku Gemu Fa Mi Re (orang tahunya Maumere) dari NTT. Selain itu, harapan awal aku adalah ingin berfoto di plat kendaraan DH tanda bahwa aku sudah di NTT dan memang harapan aku terkabul bisa foto di plat DH tetapi langsung DH 1 alias mobil orang nomor satu di NTT, alhamdulillah.
Selesai acara kami langsung cus mencari tes antigen untuk penerbangan besok dan selesai tes kami semua kembali hotel masing-masing untuk beristirahat hingga sore walau akhirnya pak bos molor ketiduran hingga malam dan jadinya ngaret. Maka dari itu Pak ID yang sudah menunggu di bawah jadi muncul ide untuk prank dan hasilnya ketika kami turun ke lobi mencari Pak ID hingga ditelpon abangku, dan ternyata kami memang dikerjain sama Pak ID ngomongnya kami ditinggal dan abangku agak panik hingga otelepon Bu Lili dan Mas Khalid tetapi sayang rencana Pak ID gagal karena Pak Dion, pengemudi kami terlalu jujur bilang kalau mereka di parkiran.
Kali ini Pak ID tidak ingin makan di restoran, yang lebih abstrak lagi karena Pak ID kali ini ingin makan pecel (di NTT) berbekal gugling dan menemukan pecel yang ramai namanya Pecel Bu Ria yang ternyata tempatnya agak jauh tetapi di daerah pusat kota, melewati kantor gubernur yang bentuknya seperti sasando, rumah jabatan gubernur yang amat besar dan sempat salah titik walau akhirnya sampai juga, ternyata tempatnya di depan toko dan gerobakan tapi antrenya luar biasa, yang jualan sudah agak sepuh mungkin itu yang namanya Bu Ria atau siapa emboh tapi asalnya memang dari Jawa Timur. Rasanya manis tapi enak, bahkan abangku nambah tiga kali dan ngobrol banyak walau tempatnya biasa saja sampai diusir sama yang punya karena sudah antre panjang.
Akhirnya diputuskan untuk memilih ngopi di tempat lain, Kopi Flores sambil mengobrol hingga larut malam, saya mencoba kopi flores dan rasanya pahit seperti Americano
Sebenarnya Mas Khalid merencanakan untuk "after hours'' bersama temannya, rencana awalnya adalah kami semua kembali ke hotel masing-masing dan menunggu Pak ID untuk masuk kamar, namun sayang beribu sayang abangku ada rapat dadakan dengan ibu-ibu sekolah anaknya sehingga acara kali itu batal.
--
Keesokan harinya, kami bangun subuh-subuh dan sarapan dengan menu nasi goreng yang telah disiapkan oleh hotel (early breakfast) dan langsung cus ke bandara, tetapi di sini letak kekonyolan terjadi karena panitia tidak mengirimkan tiket pulang ke bos sehingga kami terdampar di luar, di suruh kirim cuplikan layarnya pun tidak alasannya sibuk dan lebih memilih untuk menyelesaikan urusan check-in dulu alasannya banyak barang nanti salah satu dari mereka akan keluar menemui kami (lah terus nasib gimana kami?), abangku sewot luar biasa padahal cuma minta dikirim via Whatsapp apa susahnya?
Akhirnya tiket dikirim, dan hal konyol yang kedua ternyata kita harus mengantre di komputer untuk validasi hasil antigen yang mana itu harus memasukkan nama dan NIK dan itu butuh waktu untuk orang yang tidak hafal belum lagi kalau yang input orang tua maka akan semakin lama, setelah NIK dimasukkan lalu kita harus foto hasil validasi tersebut untuk ditunjukkan ke AVSEC bagian pemeriksaan barang (X-ray). Entah kebijakan dari AP 1 ini kok bikin ribet (di Solo pada Januari 2022 juga begini), padahal di Bali tidak begini.
Setelah pemeriksaan keamanan, kami langsung disamperin oleh Bu Lili dan aku ditugaskan untuk wrap barang logistik karena beliau sibuk mengurus check-in dengan Mas Khalid, terlihat sangat ribet yang sebenarnya itu sepele. Sudah itu yang membuat ruwet lagi adalah pemeriksaan keamanan yang harus melepas ikat pinggang dan elektronik dan untung celana tidak melorot.
Ketika naik ke atas bagian ruang tunggu saya baru menyadari bahwa bandara ini mirip Bandara SAMS Sepinggan di Balikpapan terutama bagian langit-langitnya hanya versi kecilnya yang menurut saya arsitektur seperti ini kurang cocok karena panasnya tembus ke dalam. Pesawat kami ternyata tepat waktu dan kami semua geger karena tempat duduk kami benar-benar terpisah dan tidak karuan, bahkan aku duduk di paling belakang nempel toilet dan Bu Lili mengalah untuk duduk sama aku (harusnya abangku cuma dia tidak mau).
Karena posisi aku duduk di tengah, maka aku minum obat mabok langsung satu pil agar tertidur di perjalanan karena aku takut naik pesawat, dan benar saja hanya terbangun ketika makan dan diganggu oleh abangku yang dari toilet ketika mau mendarat. Tiba di Jakarta, kami dijemput oleh kawan si bos yaitu Pak Fai langsung ke sekolah anaknya di Tebet dan memarkir mobilnya di sana, sedangkan Pak Fai dan aku makan soto dulu di deket sekolahnya baru balik.
Usai sudah kisah singkat di Kupang yang benar-benar tidak aku duga, berkesan sekali dan semoga kelak bisa ke Kelimutu atau Labuan Bajo.
Bonus gambar yang ku foto di sana :
Komentar
Posting Komentar