Prolog
Abang saya alias bos saat ini mempunyai aktivitas baru dari diversifikasi usaha yang biasa dia tekuni, yaitu menjadi produser (bersama rekannya) sekaligus artis dari film yang dia tangani, dalam kesempatan ini dia mengurus sebuah proyek tentang lingkungan dan dia diharuskan untuk tampil dalam sebuah peran di film itu dan berlatar di Pulau Peucang, Banten. Kami semua baru mendengar nama pulau tersebut dan kami menganggap pulau tersebut jauh dari keramaian, jadi oleh karena itu si bos mengajak saya dan temannya (yang sebenarnya kami satu perusahaan) yang bernama Pak Fai untuk mengantarkan bos ke sana.
Gambaran Pulau Peutjang |
2 April 2021
Perjalanan di mulai dari Jakarta dengan kendaraan si bos menuju Pandeglang melalui Tol Merak, dengan singgah sebentar di tempat peristirahatan (rest area) untuk menyantap Padang agar badan semakin kuat untuk menghadapi perjalanan selanjutnya yang diprediksi lebih menantang, perjalanan di tol sendii memang tidak ada sesuatu yang dapat diceritakan karena biasa saja, begitu mulai keluar tol Serang perjalanan sudah mulai agak berbeda karena kondisi jalan raya yang kurang mulus dan naik-turun sehingga membuat perut agak terkocok.
Perjalanan ini pun melewati Kota Serang, bangunan pabrik dan pembangkit yang begitu besar, tempat wisata Anyer - Carita yang termahsyur namun kondisinya sudah terlihat sepi tidak seperti masa lalu, dan ternyata arah ke Pandeglang masih jauh dan lepas dari Labuan (arah Tanjung Lesung) jalanannya sudah tidak rata lagi, selain naik turun juga berkelok-kelok dan jalannya sempit, benar-benar menantang.
Kurang lebih 5 jam perjalanan dari Jakarta, akhirnya kami tiba di daerah Pandeglang, tepatnya di daerah Sumur dan kami memutuskan untuk singgah di minimarket untuk bertemu dengan orang yang akan mengantarkan kami ke Pulau Peucang, di masa singgah ini kami membeli logistik untuk di pulau di karenakan letak pulau yang terisolir sehingga tidak mungkin kami bisa mencari sesuatu di sana., dan kamipun bertemu dengan orang tersebut yang bernama Rig (lupa namanya).
Kemudian Rig ikut dengan mobil yang kami naiki lalu kami diantarkan ke Balai Taman Nasional Ujung Kulon memarkir mobil yang kami naiki selama dua hari, lalu kami membawa barang yang akan kami bawa ke Pulau Peucang dan pindah ke mobil double-cabin yang telah disediakan oleh Balai untuk mengantarkan kami ke Pelabuhan Sumur yang letaknya tidak jauh.
Tiba di Pelabuhan Sumur, ternyata kondisi ombak di sana sedang kurang bagus karena angin dan gelombang tinggi sehingga kapal yang akan kami naiki tidak bisa bersandar di dermaga, alhasil kami di suruh jalan kaki hingga ke kapal kecil (saya menyebut itu shuttle karena kapal kecil tersebut akan mengantarkan kami dari pelabuhan ke kapal yang lebih besar untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Peucang), saya sering jalan ke tengah laut namun baru kali ini saya jalan dengan membawa barang-barang lengkap, merupakan pengalaman yang baru.
Setelah melewati rintangan berjalan di tengah deru ombak, kami naik ke kapal nelayan (boat) tersebut dan melewati beberapa kapal dan tambak besar yang dibuat oleh warga sekitar, tidak lama kamipun tiba di kapal yang akan membawa kami ke Pulau Peucang. Kapalnya besar, terdapat area luar untuk duduk-duduk dan area dalam yang lumayan luas walau hanya dialasi oleh karpet, selain itu kapal ini juga mempunyai kamar kecil dan hanya dinaiki oleh kami berempat beserta kru kapal jadi serasa naik kapal pribadi.
Perjalanan dimulai, satu jam pertama tidak ada masalah dan menurut saya terasa seru bahkan saya bisa lari-larian dan merekam ombak yang begitu besar sehingga kapalnya miring kiri-kanan hingga nyiprat ke badan karena kami semua duduk di luar. Setelah satu jam berikutnya rasa seru itu menjadi sirna karena hujan deras, selain itu ombak juga semakin besar dan kapal yang miring semakin hebat, saya masuk ke dalam dan mencoba untuk membuat diri saya nyaman dengan minum obat kuning masuk angin dan memejamkan mata dengan harapan bisa tertidur, ternyata hasilnya tidak bisa tidur dan malah ditawari kacang.
Hari semakin gelap dan ombak semakin kencang berhembus, suasana di dalam kapal terasa gelap karena penerangan hanya ada di luar, dan kurang lebih tiga jam perjalanan akhirnya kami tiba di Pulau Peucang yang terasa gelap itu, kami disambut dengan tim dari sana yang bernama Bang Jo dan diajaklah kami ke satu-satunya restoran yang ada di pulau itu, itupun menu makanannya hanya nasi goreng telur dan air minum botol karena persediaan bahan baku harus dikirim dari Pulau Jawa.
Sekilas info, Pulau Peucang merupakan salah satu pulau yang termasuk di dalam Taman Nasional Ujung Kulon Banten yang sering didatangi oleh wisatawan, suasananya pun masih alami karena masih terlihat banyak rusa, babi hutan, biawak dan hewan hutan lain yang berkeliaran di sana, bangunan di sini pun terbatas hanya ada Pusat Informasi, mess / wisma, dan bangunan lain yang dikelola swasta seperti restoran dan resor yang dikelola oleh Nikki.
Kami bermalam di Nikki (Batik Villa) yang ternyata jaraknya lumayan jauh dari pusat keramaian dan harus melewati pesisir pantai yang gelap tersebut, kurang lebih 600 meter dari pelabuhan, ketika tiba di vila yang akan kami tiduri ternyata unik karena berdinding bambu yang berongga sehingga kita bisa melihat pemandangan sekitar, furnitur nya pun juga terbuat dari bahan yang ramah lingkungan, terdapat satu tempat tidur besar dengan kelambu besar serta kursi panjang yang dapat digunakan untuk tidur. Fasilitasnya ada air minum, colokan listrik dan meja rias.
Secara suasana memang benar-benar alami, syahdu dengan suara alam laut dan hutan serta hening dan oleh karena itu kami menyambat, kalau menginap di sini dengan pasangan saya rasa ini benar-benar cocok tetapi kenyataannya kami menginap dengan laki-laki semua. Maka saya, bos, dan temannya bos hanya bisa berandai-andai saja sambil gigit jari.
Yang saya rasa unik adalah kamar mandi, benar-benar tidak ada atap alias outdoor, dengan area sekitar pepohonan rindang yang di atasnya ada monyet bergelantungan, kami tidak berani untuk mandi malam-malam karena takut ada hewan liar, atau mbak kunti bahkan kuyang melayang menganggu aktivitas di kamar mandi. Kamar mandinya modern dengan toilet duduk, shower bambu dengan air panas, dan washtafel yang dibuat dari bambu juga, celakanya pintu kamar mandi ini otomatis dan bisa terkunci sendiri tetapi bukanya dari luar kamar mandi sehingga kalau terjebak dan tidak ada orang di kamar maka wassalam, selain itu dikarenakan dinding bambu tersebut ada celah maka aktivitas kita di kamar mandi terlihat cukup jelas dari dalam kamar tanpa harus mengintip, asem.
Karena badan sudah lelah dan tidak ada hiburann, maka kamipun tertidur.
3 April 2021
Paginya, kami geger karena tidak ada listrik dan usut punya usut ternyata listrik di sini menggunakan mesin genset dari jam 6-18, oleh karena itu kami memulai aktivitas dengan menyusuri pesisir pantai ke pelabuhan, foto-foto di kapal, dan mencari sarapan yang telah disediakan secara prasmanan oleh tim di mess, untuk diketahui mereka membawa peralatan sendiri dari Pulau Jawa seperti genset, alat masak, bahan-bahan makanan bahkan tim masak juga dibawa dari sana. Rasanya pun enak, di sana kami menemani bos sembari dia mengobrol dengan tim (dan juga ketemu artis).
Siang harinya, para tim tersebut melakukan shooting di tengah laut dengan kapal sedangkan kami memutuskan untuk bermalas-malasan di teras restoran sambil menikmati suara pantai karena malas ikut naik kapal, sayangnya aktivitas bermalas-malasan kami agak terinterupsi karena ada pasangan bule dan lokal yang sepertinya mau check-in dan berlibur di sini, kemudian bos ditanya-tanya oleh si cewek (lokal) tersebut tentang resor ini padahal sebelahnya ada si laki (bule), memang jiwa Don Juan si bos tidak diragukan. Akhirnya dia pun pergi dan kami melanjutkan untuk tidur di teras itu.
Sore harinya, kami mencoba untuk berjalan menyusuri pantai sambil berfotoria karena pemandangannya benar-benar alami dan langka, setelah berjalan melewati dermaga kami baru tahu kalau di sana ada dua jenis vila, yaitu Vila Batik yang kami tempati dan Vila Angklung yang bentuknya segitiga, Vila Angklung biasanya digunakan untuk rombongan yang mau bermalam di sana, sayang kami tidak menjelajah ke dalam hutan karena kurang waktu, walau begitu kami disambut oleh babi hutan yang berjalan-jalan dengan santai tanpa beban di pantai.
Malam harinya, kami kembali ke mess untuk makan malam bersama-sama sambil mengobrol sebentar dengan para artis, yang bikin panas dingin adalah si artis duduk satu kursi dengan saya sehingga kepala saya panas dingin cuma sayang sayanya malu-malu jadi tidak bisa mengajak mengobrol dengan si artis, selepas itu saya makan malam dan melanjutkan agenda naik kapal untuk melihat aktivitas shooting di tengah laut, dengan kisah ketiga anak muda yang berlabuh ke Ujung Kulon namun di tengah perjalanan kapalnya terombang-ambing dan salah satu dari mereka tercebur dan hanyut.
Shooting nya dilakukan beberapa kali adegan dan nyeburnya juga berkali-kali sehingga saya salut dengan mereka yang bekerja dalam bidang seni peran karena capek nya luar biasa, apalagi laut saat itu ombaknya sedang tinggi dan dingin karena bulan purnama, serta dijamin memabukkan. Kira-kira pukul 23.30 kami pun kembali ke dermaga, menyusuri pantai yang gelap untuk balik ke vila, berkemas-kemas dan tidur.
4 April 2021
Paginya kami melakukan aktivitas yang sama, makan pagi di mess dan mengobrol dengan tim, apalagi si bos akan shooting di vila maka saya dan Pak Fai melihat si bos latihan adu akting dengan si artis, begitu waktunya bos tiba kami bergegas menuju set yang telah diatur di Vila Batik, dan dalam perjalanan kami melihat si pasangan bule-lokal berjalan ke arah hutan dengan handukan dan pakaian dalam saja, mungkin dia mau "back to nature" . Saya dan Pak Fai menunggu dari kejauhan.
Di sini peran bos sebagai duda kaya pemilik resor yang mempunyai dua anak perempuan yang beranjak dewasa dan sebut saja duda kaya ini Pak Osmar, dua anak perempuannya akan melakukan penelitian di Ujung Kulon dan minta izin ke Pak Osmar dan diizinkan, kemudian dua anak ini mengajak temannya lagi untuk berpetualang dengan kapal dan cerita lanjutannya ada di atas.
Selesai shooting, kami bergegas untuk bersiap-siap pulang ke Pulau Jawa, menyempatkan diri untuk berfoto bersama artis (tentunya yang cewek) dan pergi ke dermaga untuk menaikki kapal, dan sialnya kapal yang kami naiki lebih kecil tetapi yang naik penuh tidak seperti kemarin yang kapalnya besar tetapi yang naik hanya kami berempat + kru kapal dan lagi-lagi ketemu si pasangan campur itu dan kali ini ada dua pasang sudah duduk manis di luar. Alhasil saya dan Rig duduk di buntut kapal sambil bersender biar tidak mabuk serta berdoa sebelum berangkat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Angin berhembus lumayan kencang yang mengakibatkan ombaknya juga menjadi kencang dengan kapal berukuran agak kecil muatan penuh maka perasaan saya rasanya panas dingin karena takut juga, untung otak saya agak dingin karena saya menikmati pemandangan yang indah dari Ujung Kulon yang di Pulau Jawa dan laut yang benar-benar biru, serta 'pemandangan lain' yang saya bingung, karena saya pakai kemeja pendek saja rasanya sudah masuk angin, tetapi wisatawan yang menggunakan tanktop dan celana seperti kancut kok tidak merasa keanginan ya?
Saya mengobrol dengan Rig, selama tiga jam perjalanan jadi sesi sharing tentang hidup antara kita dan tidak terasa kami sudah sampai di dermaga Pelabuhan Sumur dan melanjutkan perjalanan dengan kapal nelayan kecil shuttle itu dan suasana naik kapal nelayan ini seperti orang yang naik sekoci penyelamat karena kapalnya kecil namun orangnya banyak. Tiba di Pelabuhan Sumur kami makan siang di rumah makan dekat sana, lalu dijemput dan diantar ke Balai TN Ujung Kulon dan berganti kendaraan menuju Jakarta.
Perjalanan ke Jakarta ditempuh amat lama, sempat mampir ke minimarket dan cukup kaget di Banten ini banyak yang tidak pakai masker bahkan pramuniaga itu sendiri, ketika perjalanan berangkat melalui jalur pinggir Anyer - Carita maka perjalanan pulang melalui jalur tengah yang ternyata sempit dan macet juga, kurang lebih 4,5 jam baru tiba di Kota Serang dan memutuskan untuk makan malam di Sate Tegal 234 untuk mengisi tenaga.
Selepas makan, perjalanan ke Jakarta kami lanjutkan melalui Tol Merak - Tomang dan apesnya kami terjebak macet panjang di Gerbang Tol Cikupa hampir satu jam, dan usai sudah perjalanan ku kali ini, kalau saya suruh mengulang saya rasa cukup sekali saja, kecuali dengan pasangan yang tepat hahaha.
Dan perjalananpun masih berlanjut...
Komentar
Posting Komentar