Akhir tahun 2020, saya berlibur bersama keluarga keliling Jawa, setelah dari Kaliandra Eco Resort yang benar-benar alami dan tenang, kami melanjutkan perjalanan ke Malang dan menginap satu malam di Surabaya, namun di daerah agak pinggir, baru pindah ke hotel yang saya ceritakan di bawah ini.
Demi kenyamanan, kami menginap dua hari di sebuah hotel berbintang lima di Surabaya dengan membuka delapan kamar, hotel ini cukup terkenal karena berada di tengah kota (dahulu dikelola oleh hotel ternama di dunia) dan banyak pejabat yang menginap di sini, bahkan ada salah satu politisi yang ketangkap tangan KPK di hotel ini. Hotel ini sudah berumur, tetapi masih terawat dan terasa kemewahannya serta gedung ini berlantai 28 dan pada eranya hotel ini tertinggi se Jawa Timur. Pada awalnya kami tidak ada masalah untuk menginap di hotel ini, semua permintaan di penuhi dengan baik, semua staf ramah bahkan bisa mengetahui nama tamu yang akan menginap, sungguh luar biasa.
Salah Satu Sudut Hotel |
Kamarnya memang agak tua, tetapi besar dan nyaman dengan kamar mandi ada bak mandi dan ruang pancur terpisah, semua dinding menggunakan marmer dan kaca besar, jadi terbayang begitu mewahnya hotel ini. Sekitar hotel termasuk lobi adalah kebon dengan pohon rindang dengan banyak patung, memang konsepnya adalah resor di tengah kota, jadi terlihat asri dan benar-benar nyaman, selain itu kami memang mengincar makan pagi di sini yang konsepnya seperti di pasar, dengan pilihan yang variatif dan enak.
Suasana Kebun |
Malamnya, kami makan malam di Boncafe dan konyolnya ketika enak-enak makan malah mati lampu, lalu ada telepon dari keponakan yang tidak ikut dan berada di hotel tersebut, ada dua keponakan, satu sudah kuliah dan yang satu masih anak kecil, keponakan yang kuliah berkata kalau hotel sedang mati lampu dan posisinya dia lagi mandi mau shampoan, jadi kebayang kan seramnya? Pada awalnya kami mengetawakan mereka, namun Surabaya waktu itu sedang hujan deras dan begitu sampai hotel kami kaget kok masih mati lampu.
Pada awalnya kami masih santai walau suasana lobi sangat gelap dan tidak ada penerangan darurat, lama-lama sampai satu jam ditunggu listrik tidak nyala, suasana sudah mulai gaduh terutama tamu-tamu yang datang pada bingung, ditambah posisinya waktu itu sedang hujan deras sehingga menambah rasa mencekam suasana malam tersebut, sampai dua jam (pukul 10) listrik belum juga nyala, ada salah satu tamu yang advokat awalnya adem jadi sewot mau sue atau menuntut hotel ini dengan pasal perlindungan konsumen, tetapi untungnya saya punya kakak yang pintar, mereka yang menengahi bahkan advokat tersebut malah bertanya cara bikin surat pernyataan. Ternyata memang kota Surabaya mati lampu, tetapi gensetnya rusak dan begitu listrik kota nyala tapi listrik hotel tidak bisa ngangkat.
Grand Piano yang Nyaru Gelapnya |
Suasana Lobi |
Lebih luar biasa lagi, ada tamu yang teriak-teriak histeris hingga dibawa keluar, usut punya usut dia mempunyai indera ke enam alias indigo, biasanya dia biasa saja, namun katanya makin lama katanya makin banyak dan sangat banyak sampai mau mengeroyok dia makanya dia sangat ketakutan, mungkin karena efek gelap kali ya? Apalagi luarnya kebun dengan pohon besar-besar, dan untuk diketahui hotel ini terdapat bangunan tua yang sudah tidak terpakai di belakang.
Kami untungnya punya kamar kosong di hotel seberang tempat yang kami inapi, kami memutuskan untuk mengungsikan orang tua agar tidak terlantar, karena di lobi saja tentu melelahkan walau sudah dikasih es krim oleh pihak FnB, tetapi keinginan kita adalah listrik menyala, dengan mobil akhirnya orang tua diantarkan ke sana walau jaraknya hanya selemparan batu tetapi di sana sedang hujan deras dan lumayan jauh untuk jarak orang tua dan mereka untung dapat beristirahat di sana walau hanya beberapa jam. Di sisi lain, bayangkan saja kakak ipar saya harus naik 14 tingkat naik tangga demi ketemu anaknya.
Suasana Lain |
Gelap Gulita |
Sempat ada kericuhan sedikit, dikarenakan material marmer di lobi adalah marmer dan tidak ada ventilasi, maka air hujan bekas orang lewat dari luar tersebut menguap sehingga menjadi sangat licin, salah satu tamu kepleset hingga nggeblak kebelakang, para pekerja pun juga ikutan jatuh dan baru berinisiatif dipel, dan di sisi lain ada orang yang sepertinya dari kalangan berada (ibu-ibu) menunjuk-nunjuk lantai yang basah pakai kaki ke OB, dan salah satu tamu yang merupakan hotelier atau pekerja perhotelan di Bali sewot bahkan mereka berantem pakai Bahasa Inggris sampai suami si ibu berada ini menengahi pakai Bahasa Inggris juga, terlihat suaminya pakai baju Mercy dan asal dari Jakarta, saya sempat mengobrol dengannya.
Kasihannya adalah FO yang kelabakan menelepon semua hotel berbintang lima di Surabaya sampai mukanya mau nangis, tapi datanglah direktur yang jawabannya bikin orang emosi, beliau ditanyakan kapan listrik bisa menyala, jawabannya hanya Tuhan yang tahu. Wah ngamuk orang, tetapi untung semua bisa diredam dengan baik.
Suasana makin emosi, listrik sempat menyala sebentar lalu mati lagi, tamu-tamu sudah pada protes dan untungnya kami yang menengahi (tanya Sherly, FO yang bertugas berparas tinggi) dan memberikan opsi yang menguntungkan dan tidak merugikan hotel, yaitu pilihannya dilempar ke hotel lain yang setara (waktu itu pilihannya sekelas Marriott Group atau Shangrila) atau kembali uang lima puluh persen, akhirnya banyak yang memilih untuk pindah dan sebagian kecil memilih untuk kembali uang.
Suasana Lobi Setelah Listrik Menyala |
Suasana Restoran |
Komentar
Posting Komentar