[Runaway Trip '19] Ketinggalan Kereta dan Terdampar di Yogyakarta (2)

Mungkin kisah ini tidak begitu ada informasi yang berguna, hanya sekadar diari saja melanjutkan cerita sebelumnya.

--
Pagi harinya, tante dan saya menemukan sepeda lawas yang dibeli oleh sepupu-sepupu ku yang awalnya hendak digunakan untuk suster eyangku sebelumnya, namun sudah bertahun-tahun sepeda ini tidak dipakai akhirnya dikeluarkan dari gudang dan dipompa. Ternyata dapat digunakan sebagaimana mestinya, hanya saja pas saya mencoba ngonthel ternyata pantat dan my eggs terasa ngilu karena sadel nya sangat keras.

Gambaran Sepeda dan Susternya Eyang

Setelah bersepeda dan mandi, saya mengambil ponsel dan mencoba membeli tiket kereta lokal Prameks di KAI Access untuk keberangkatan pukul 11 pagi karena saya mau ke Jogja, namun ternyata di Jogja temen saya pada sibuk dan urusan saya di Klaten belum kelar untuk membenahi kamar mandi, akhirnya saya hanguskan tiket saya dan membeli untuk tiket baru lagi untuk keberangkatan pukul 16:46. Jadi saya masih bisa sedikit berleha-leha.

Ndelalah, saya keasyikkan beristirahat dan bersantai ria di rumah eyang tanpa melihat jam dan yang terjadi adalah saya baru sadar posisi saya saat itu dengan waktu keberangkatan lumayan mepet karena sudah pukul 16:35. Untungnya ada saudara, sebut saja Mas Rud yang sedang mampir sehingga saya minta tolong untuk mengantarkan saya ke stasiun.

Memang sih sudah tancap gas, namun sialnya adalah pintu stasiun hanya ada satu (tidak ada pintu lain) dan harus menyeberangi perlintasan, dan lebih apesnya lagi adalah perlintasan kereta tidak dibuka-buka (tidak ada akses lain menuju stasiun jika dari arah selatan) dan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri kereta api yang seharusnya saya naiki jalan dengan santainya meninggalkan saya.

Gambaran Perlintasan (Sumber : maps.google.com)

Garis kuning adalah jalur perjalanan ku, sedangkan yang silang adalah perlintasan, sedangkan jalur
perjalanan saya tidak mungkin jika tidak melewati perlintasan, jadi begitu menutup
ya sudah pasrah


Gambaran Kereta Prameks (Sumber : id.wikipedia.com)

Mau tidak mau, saya beserta Mas Ru langsung lari ke loket dan hanya ada kereta api jarak jauh Kahuripan seharga Rp80.000 yang menurut saya agak mahal karena tidak ada subsidi (Non-PSO) dan karena buru buru juga, walaupun ternyata sampai sana saya ujungujungnya menunggu. Tahu gitu saya naik kereta Senja Utama Solo yang harganya lebih murah, harganya Rp40.000, ekonomi premium pula yang saya ingin mencoba tetapi belum kesampaian.

Sumber : maps.google.com

Untuk membuang waktu karena masih satu jam lagi, kami pun nongkrong di food court dekat dengan stasiun, sambil memesan minuman coklat dingin dan mengobrol singkat, sampai pada waktunya keberangkatan kereta, saya pun berpisah dengan Mas Rud dan berjanji untuk ketemu lagi dan nongkrong kalau ada waktu (karena sayapun juga memesan ayam padanya, beliau usaha ayam goreng).

Tidak menyangka ada kafe sebagus ini di Klaten

Ketika menunggu di peron, kereta Kahuripan pun datang menghampiri saya, maka sayapun naik ke dalam kereta yang ternyata saya dihadapkan dengan masalah klasik, yaitu tempat duduk saya telah diduduki orang dan saya malas menegur karena itu orang sudah pura-pura bego padahal sudah saya kasih tanda bahwa hak saya untuk duduk di sana, sayapun jengkel dan tidak kehabisan akal, saya langsung panggil Polsuska dan bapaknya yang memberi tahu ybs agar pindah ke tempat duduk asalnya. Dan benar saja, langsung diusir tuh orang dan ceming, mamam lu !

Singkat cerita, kereta pun berangkat dari Stasun Klaten menuju Lempuyangan dengan lambat, karena ekonomi jalannya tidak begitu kencang, dan saya pun tiba di Lempuyangan walaupun harus menunggu beberapa waktu karena saya dijemput oleh kawan saya, sebut saja namanya Mbak Riay yang sifatnya ethes.




Saya pun dijemput beliau di bawah flyover Lempuyangan dan pertamanya beliau mampir ke toko kosmetik dahulu karena beliau ada keperluan, dan pada saat itu juga saya kebetulan sedang ada telepon dari Jakarta jadi saya menunggu di luar saja, kemudian selesai urusan sayapun sepakat untuk nongkrong ke tempat minum sambil minum teh warna-warni yang ternyata rasanya manis sekali, makanan atau minuman di sana rasanya sangat manis dan agak kurang cocok dengan lidah orang Jakarta.

Sedikit cerita, saya dan Riay mengobrol beberapa hal, salah satunya tentang poin tiket di sebuah aplikasi, beliau menunjukkan jumlah poin yang telah dikumpulkan dari transaksi pembelian dan ternyata memang poinnya lumayan banyak, tetapi begitu ku tunjukkan punya ku, beliau langsung terkejut abang terheran-heran karena jumlahnya jauh lebih mantap, sedangkan saya lebih herannya adalah angka poin dan tanggal pendaftarannya kok bisa sama dengannya. Mengherankan.


Singkat cerita, dengan berputar putar mencari penginapan akhirnya pilihan jatuh kepada penginapan Pintu Merah di dekat rumahnya Riay. Untungnya saya dapatnya adalah hotel yang lumayan baik jadi istirahat saya bisa nyenyak. Terima kasih telah mau direkcokin ya Riay.


_____

Keesokan harinya, rencananya saya mau bertemu dengan kawan saya Budhonk karena hendak memberikan titipan untuk sepupu saya, dan jika urusan titipan sudah selesai maka saya bisa langsung bablas ke Klaten dan mungkin bisa balik lagi sorenya ke Jogja, tetapi karena kabarnya tidak jelas akhirnya saya mampir dahulu ke Plaza Ambarrukmo (Amplaz) untuk makan siang dan menunggu kabar dari Budhonk, walaupun akhirnya beliau mengabarkan juga bahwa saat itu beliau tidak bisa karena ada urusan, dan begitu mau pulang ke Klaten ternyata tante ku juga sedang pergi ke Wonogiri, dan kawan-kawan lama ku di Yogya juga sudah pada terpencar, jadi bisa dibilang agak sedikit terkatung-katung, terdampar di Jogja.

Amplaz (Sumber : media.suara.com)

Akhirnya saya chat Riay, mungkin ada ide apa yang mungkin bisa saya lakukan untuk membunuh waktu dan beliau mengusulkan untuk main di arena permainan tetapi saya langsung tolak mentah-mentah karena tidak mungkin enak jika saya main sendiri, untungnya tiba-tiba ada ide untuk menonton film di bioskop, ya sudah akhirnya saya putuskan untuk menonton film tetapi di tempat lain karena jadwalnya tidak bagus.

Saya pesan Gojek dan langsung pergi menuju Jogja City Mal yang letaknya berada di Jalan Magelang. Malnya memang besar, ala Eropa tetapi entah hawanya aneh dan interiornya jauh lebih baik mal yang sejenis di Yogyakarta. Saya pun membeli tiket bioskop secara langsung (on the spot) dan sungguh tercengang karena harganya lumayan mahal untuk kelas Jogja, Rp35.000 walaupun mungkin faktor dari kelas malnya juga. Dan tidak disangka, walaupun hari itu adalah hari kerja namun studionya ramai padahal filmnya juga sudah agak lama di bioskop.

Saya menonton Ford vs Ferrari, filmnya bagus dan menarik untuk disimak namun yang tidak menarik adalah saya menonton sendirian ketika sebelah-sebelah saya pada berpasangan semua. Selesai nonton, saya pun mencoba menghubungi mbak Riay apakah hari ini saya dapat bertemu dengannya lagi dan saya janjian dengan beliau untuk bermain di arena permainan di Mal Malioboro. Saya pun langsung tancap gas dengan transportasi daring ojek ke sana padahal kalau dipikir-pikir beliau sudah mau pulang tetapi balik lagi, maafkan saya telah menganggu waktu Anda.

Tiba di Malioboro Mall, kamipun bermain beberapa permainan, namun sayang tingkat keberuntungan kami sedang ampas sehingga tidak mendapatkan banyak tiket, tetapi kamil ebih bermain tarian atau dance dengan lagu Korea, ternyata sudah lama tidak gerak badan serasa pegal sekali. tapi walau pegal nari tetap jalan terus, bergembira ria !



Untuk informasi, harga per gesek untuk main di "Dunia Gembira" Jogja ini itungannya murah, sekali gesek rata-rata termurahnya hanya Rp2.900 ketika di Jakarta harga termurahnya adalah Rp4.900 dan sebagai orang Jakarta, rasanya mantap banget. Selesai main, kamipun berpisah, padahal saat itu niatnya saya memang sudah ingin kembali ke Klaten, namun "besok ketemu lagi ya" membuat saya bubar dan menginap di "Pintu Merah" lagi walaupun dapatnya hotel yang tidak begitu bagus, kebetulan Budhonk bisa bertemu dengan saya keesokan harinya untuk urusan titipan.

Akhirnya, saya pun beristirahat.

Komentar