Merupakan bagian dari "Dolan Dewe - Mei 19"JAKARTA - SURABAYA, 30 APRIL 2019
Akhir bulan, ketika sedang tidak ada kegiatan, saya memutuskan untuk bepergian sebelum bulan puasa dan ingin mencoba hal-hal baru, dan saya hendak mencoba kereta terbaru dari KAI yang katanya :
Sumber : Tribunnews |
Apa iya benar Supermewah? First Class Pesawat? Mari kita ulas sesuai pengalaman apa yang saya alami sendiri.
Saya tiba dengan transportasi online menuju tempat cetak boarding pass, prosesnya ya sama dengan cetak tiket ekonomi maupun eksekutif, dan jalur keberangkatannya pun juga tidak ada jalur spesial layaknya pesawat terbang kelas bisnis yang bahasa kerennya adalah "fast track", sama saja tetap antre ketika pemeriksaan tiket dan identitas, sehingga menurut saya kesan 'luxury' menjadi tidak ada, tetapi menurut saya wajar saja lah karena jarang pelayanan kereta di stasiun sama dengan di bandara.
Selain itu juga tidak ada ruang tunggu eksekutif atau executive lounge di stasiun, sehingga ruang tunggunya campur dengan kelas biasa, mungkin kalau ada hal tersebut bisa lebih terlihat kemewahan dan keeksklusifannya. Namun kalau seperti ini apa bedanya dengan kelas standar ?
Gerbong kereta 'luxury' ada di ujung gerbong yang jauh yang ditempelkan pada rangkaian KA Argo Bromo Anggrek yang legendaris itu, hanya saja perbedaannya adalah di gerbong Luxury ada satu orang pramugari khusus untuk melayani kelas tersebut yang sebenarnya tidak terlalu berguna juga karena suka hilang-hilangan.
Ketika masuk ke dalam kereta, auranya terlihat agak mewah karena bangkunya jauh berbeda dengan eksekutif biasa, namun interiornya tidak semewah kereta Priority yang ada bar, lantai karpet serta panel kayu lumber pada dindingnya malah menurut saya lebih mirip kereta ekonomi premium dan eksekutif biasa tetapi dengan aksen kayu di plafon dan beberapa bagian sehingga ada kesan mewahnya sedikit.
Kursinya menggunakan aksen kayu asli yang menurut saya bentuknya agak kaku, tetapi terlihat kemewahannya (kursinya loh, bukan keseluruhan), tempat duduknya empuk dan lebar sebagaimana kelas bisnis di pesawat, bisa dibilang sangat nyaman. Penutup jendela modelnya sama persis dengan kelas ekonomi dan eksekutif terbaru, namun itu bukan masalah.
Untuk kursinya itu sendiri, dapat digerakkan dengan tombol yang ada di sisi kursi, pertamanya agak membingungkan tetapi lama-lama terbiasa, model kursinya adalah angle-lie flat seat atau tidak terlalu tegak lurus untuk tidur, itu sih yang saya rasakan jadi tidak bisa rebah persis 180', dan betis agak sedikit menggantung ketika rebahan karena sandaran kaki tidak bisa menyentuh pijakan kaki sehingga agak kurang nyaman, andai footrest atau pijakan kaki dapat di maju mundurkan maka hal tersebut tidak masalah apalagi untuk orang yang kakinya pendek.
Poin yang saya suka sekali dari kereta kelas ini adalah terdapat loker atau tempat penyimpanan yang dilengkapi dengan kunci untuk menyimpan barang, di dalam loker tersebut terdapat cermin dan colokan USB, jadi saya bisa mengecas gawai atau ponsel saya di dalam loker ketika tidur atau menyimpan barang ketika pergi ke toilet atau restorasi, jadi rasa aman pun tercipta. Inovasi yang sangat baik.
Selain itu, dalam tempat duduk juga terdapat lampu, pemanggil pramugari, alat pengontrol kursi dan televisi di depan serta beberapa USB dan colokan listrik di samping kursi yang digunakan untuk mengisi daya baterai, selimut dan penutup mata yang diletakkan di bagian sandaran kaki, sebenarnya ini fiturnya oke sekali dan sangat revolusioner.
Hanya saja, saya salah pilih posisi duduk, (penting) pilih deret B kalau mau menghadap arah jalannya kereta kalau dari Gambir, karena saya di A malah arah jalannya kereta berlawanan dengan arah badan saya jadi serasa jalan mundur, lumayan kepala saya jadi spaneng (tapi itu tidak pasti ya tergantung petugasnya memasang gerbong bagaimana jadi bisa tentatif, ini saja saya baca blog orang malah dapatnya mundur).
Diperparah lagi ada kru dari televisi masa kini yang sedang melakukan rekaman untuk acara televisinya, hadoh makin puyeng karena berisik dan agak mengganggu kententraman. Untung orang KAI dan kru nya sudah izin dan saya dipastikan masuk televisi (in frame).
Hiburan
Televisi di depan saya ibarat pesawat terbang, menyediakan film, permainan dan peta perjalanan namun saya sudah menduga tidak akan sebagus di pesawat terbang, walaupun layar sentuh tapi susah meraihnya karena jauh antara jarak kursi dan televisi, kalaupun ada kontrol di sisi kursi juga tidak mudah mengoperasikannya karena saya pencet-pencet tidak bisa mengontrol kursor untuk mengganti menu atau lagu, kalaupun saya pencet "play" untuk ganti lagu juga yang diputar bukan lagu yang dipilih. Sungguh merepotkan. Jadi hanya bisa untuk pause/putar lagu dan volume saja.
Pilihan lagu dan filmnya sangat terbatas dan jadul, permainan juga biasa saja bahkan susah sekali karena tidak ada remote, terdapat peta perjalanan, pada awalnya dari Gambir hanya putih saja, namun ketika sudah di luar Jakarta sudah mulai muncul, tetapi hanya gambar posisi kereta dan tempat sekitar kereta seperti sekolah, warung, restoran yang sama sekali tidak berguna menunjukkan posisi di mana, sebenarnya yang perlu adalah posisi kota atau stasiun yang dilewati beserta estimasi jarak ke tujuan yang mungkin lebih berguna. Sepertinya petanya dari Google. Semoga bisa dikembangkan menjadi lebih baik.
Dan saya tidak diberi headset secara insiatif oleh pramugarinya, katanya harus minta dahulu, yang saya lihat earphonenya pakai Sony yang noise-cancelling seperti di business class nya Batik Air, hanya saja saya tidak pakai karena baru dibilangin pas mau sampai Surabaya. Zzzz.
Makanan
Saatnya makan, pramugari memberikan saya nasi kotak seperti di Sola***, yes nasi kotak, untuk kelas Luxury makan pakai nasi kotak, dengan air minum botol, jus jeruk kemasan kotak dan agar-agar serta kacang kemasan yang semuanya bisa saya beli di restorasi.
Sebenarnya itu tidak masalah, tetapi untuk kelas luxury, pengemasannya sama sekali tidak ada unsur "luxury"-nya, saya kira bakal dihidangkan pakai piring dan gelas atau setidak-tidaknya di kotaknya ada tulisan "luxury" dan dijadikan satu baki/tray sebagaimana di kereta Priority atau di pesawat full-service jadi terlihat lebih spesial dan berkelas, namun kenyataannya tidak. Tidak beda dengan kereta biasa cuma bedanya dapat makan tok dan kurang sreg kalau ini disebut 'luxury'.
Saya mendapatkan nasi ayam dengan ikan asin, seperti nasi bakar, rasanya sungguh asin dan anyep serta nasinya dingin sehingga dimakan rasanya tidak enak, enakan makan ayam goreng yang saya beli di kereta Sri Tanjung, makanan seperti ini tidak pantas sama sekali dihidangkan dengan embel-embel harga dan kelas luxury, bahkan saya tidak jarang untuk naik kereta ekonomi atau eksekutif biasa pun makanannya jauh lebih enak dibanding ini (yang Reska, ini entah siapa yang buat mungkin Reska juga tapi kok beda).
Dan ternyata saya baru tahu kata pramugari bahwa makanan yang kita dapat hanya dijatah satu kali yaitu yang telah saya dapat tersebut, kalau mau menambah mesti bayar alias beli sebagaimana di kereta kelas biasa. Oke deh kalau makanan saya bisa maklum hanya dijatah sekali (walaupun seharusnya ada snack berat (roti) serta minumannya seperti di pesawat jarak jauh ketika mendekati Surabaya, karena kacang saja sudah tidak mempan), tetapi minuman pun juga harus bayar lagi kalau mau tambah, menurut saya ini lucu ketika di Priority saja nambah minum bisa sepuasnya.
Di pesawat full-service saja walau kelas ekonomi, minuman bisa tambah berkali-kali dan kalaupun tidak tambah pasti disediakan dua kali penyajian minuman di antara snack dan makanan berat, apalagi di kelas bisnis pasti puas sekali. 8,5 jam hanya sekali minum sih kurang.
Oh iya, meja makan lipat terletak di samping kursi, namun konyol karena mejanya tidak bisa diangkat oleh pramugari karena agak rusak mungkin besinya sudah aus, sehingga yang mengangkat meja adalah bapak teknisi dengan tang pula mengangkatnya. Hiya hiya..
Toilet
Toilet, makin jengkel saya lihatnya, pernah dengar berita "Kereta Ekonomi Baru Rasa Eksekutif" jadi ketika kita naik kereta ekonomi premium (terbaru yang stainless) seakan-akan rasanya seperti naik kelas eksekutif, iya benar sekali jadi toilet kereta luxury ini persis dengan kereta ekonomi premium terbaru, benar-benar sama persis hanya berbeda di ukurannya sedikit (malah lebih luas toilet eksekutif biasa), sama sekali tidak ada "luxury-luxury-nya" baik dari bentuk ataupun aksesorisnya.
Oke kalau prinsipnya seperti toilet pesawat terbang yang bentuknya sama, tetapi kalau naik kelas bisnis pesawat itu walau bentuknya serupa tetapi terlihat berbeda dengan ekonomi terutama pada aksesorisnya yang biasanya ada parfum, body lotion atau dekorasi seperti bunga bahkan ada yang membuat meja (counter top table) nya dengan batu alam beneran yang membuat terasa mewah, ini mah enggak. Jelas toilet priority jauh lebih keren dan mewah sekali. Bahkan dibandingkan dengan toilet KA Railink atau KA Bandara jauh jauh lebih keren dibanding kereta Luxury dan Eksekutif Biasa.
Namun untungnya keadaan tetap senantiasa bersih karena ada cleaning service yang sigap membersihkan, toilet dalam keadaan selalu wangi dan hampir tidak pernah becek, dan hanya ada satu toilet di kelas luxury.
Toilet KELAS EKONOMI PREMIUM TERBARU (Sumber : kumparan.com / Dok. INKA) |
Separuh Perjalanan
Karena hari sudah mulai sore, saya pun lapar dan hendak mencoba panggil pramugari namun sayang tombolnya tidak berfungsi, hanya kelap kelip dan tidak ada respon apa-apa, akhirnya saya jengkel dan menutuskan jalan ke restorasi melewati 4 gerbong eksekutif biasa yang amat panjang sekalian menghindari orang-orang yang sedang rekaman televisi, lalu membeli bakso instannya Reska yang untung rasanya lebih enak.
Beli Bakso di Restorasi |
Luar biasa, naik kelas luxury, tetap beli bakso di restorasi, jalan kaki melewati beberapa gerbong pula. Jauh berbeda dengan kelas Priority yang lebih sigap karena ada minibar nya di gerbong, karena Priority memang aslinya bukan untuk kereta umum sih.
Tiba di Surabaya
Akhirnya singkat cerita, saya pun tiba di Stasiun Pasar Turi yang ternyata disambut lagu "Surabaya" yang dinyanyikan Titik Hamzah jaman dulu walau hanya instrumen tetapi bagus juga ada penyambutannya. Namun setelah tiba d sana saya agak kebingungan karena terakhir kemari kira-kira 20 tahun yang lalu.
Hanya saja saya bingung mau naik apa ke hotel dari stasiun, apalagi stasiun di daerah biasanya tidak terlalu aman karena banyak calo taksi, kadang ada preman yang suka memaksa bawakan barang. Namun alhamdulillah setelah analisa kilat, saya mending langsung keluar dari area stasiun dan syukurlah banyak taksi beneran di jalan raya depan stasiun walau harus bayar retribusi dengan orang yang 'megang wilayah' sebesar Rp2.000 tapi saya sudah bisa mendapatkan kendaraan yang relatif lebih aman.
Sebenarnya di dalam stasiun banyak taksi resmi, hanya saja ramai dan mengantre sangat panjang. Sedangkan badan saya sudah lelah karena tidak tidur sama sekali di kereta.
Jadi..........
Menurut saya, mungkin lebih cocok kalau disebut "first class train" atau kelas utama ibarat Green Car kalau di Jepang pada Shinkansennya. Kalo disebut dengan kelas utama masih nyambung karena di atasnya eksekutif, tetapi jikalau menggunakan embel-embel 'luxury' rasanya kurang pas, fasilitas pendukungnya tidak bisa dikatakan mewah.
Kalaupun namanya 'sleeper train', di Jepang tidak pakai embel-embel 'luxury' , karena hanya kereta tidur dengan kasur seperti kapsul hotel (sekarang sudah nyaris punah di Jepang), begitu pun di belahan dunia lain yang hanya menyediakan kasur, matras, bantal dan tirai penutup. Kalau di Indonesia dulu pernah ada di kereta Bima sebelum tahun 90an.
Kalau dibandingkan, nama kereta luxury/sleeper train di Jepang adalah hotel berjalan yang harganya bisa sampai Rp12.000.000 per orang dengan ruang tunggu super eksklusif di hotel bintang lima (Hotel Granvia) dan interior kabinnya mewah luar biasa bahkan ada paket liburannya ketika singgah di stasiun tertentu. Salah satu yang baru dan terkenal adalah Twilight Express Mizukaze.
Lounge Kereta di Hotel Granvia Kyoto (Sumber : twilightexpress-mizukaze.jp) |
Kamar (Sumber : twilightexpress-mizukaze.jp) |
Memang naif kalau dibandingkan dengan Jepang yang sudah maju, tetapi untuk embel-embel 'luxury' yang diberitakan setara kelas bisnis bahkan kelas utama pesawat saya rasa terlalu berlebihan, hanya sama di kursinya saja, selebihnya tidak, tetapi menurut saya kereta gerbong luxury ini perlu diapresiasi karena gebrakan baru yang mungkin belum ada di Asia Tenggara.
Saran sedikit, jika mau pakai kata-kata 'luxury' maka ditambah lagi fasilitasnya seperti makan disuguhkan menggunakan piring dan gelas atau setidak-tidaknya ada baki/tray seperti kereta priority jadi terlihat berkelas, minuman bebas tambah (seperti Priority), toilet lebih luas dengan segala aksesorisnya yang menambah kemewahan seperti pesawat kelas bisnis, hiburan ditambah, kalau perlu ada ruang tunggu eksekutif (lounge) dan akses pintu masuk khusus mungkin itu bisa dikatakan luxury dan "setara kelas bisnis pesawat terbang".
Tetapi, kereta ini hanya bagus kursinya saja yang setara kelas bisnis pesawat jarak jauh, pelayanan dan fasilitas pendukungnya mah tidak. Jadi apa yang diberitakan pakai embel-embel "supermewah'' rasanya terlalu berlebihan, bisa diketawain sama kereta Mizukaze kali.
Kesimpulan :
Jadi saya tidak akan merekomendasikan kereta ini untuk Anda naiki, sudah terlalu mahal, fasilitas yang didapat hanya kursi yang memang mewah yang bisa tiduran serta loker dengan kunci dan banyak colokan. Namun menurut saya, lebih sepadan jika Anda naik kereta Priority walau bangkunya tidak seperti ini, tetapi jauh lebih murah jika Anda mau merasakan kemewahan naik kereta. Kalau harganya masih Rp900.000 mungkin masih oke tetapi untuk Rp1.250.000 sih saya rasa kemahalan dengan kualitas yang tidak sebanding. 7/10 lah.
Menurut saya, sebenarnya yang lebih pantas disebut 'luxury' adalah kereta priority, karena priority jauh terlihat lebih mewah baik dari interior, kamar mandi, ada bar, televisi bahkan penyajian makanannya jauh lebih eksklusif.
Tetapi saya sangat apresiasi semoga KAI bisa meningkatkan fasilitas pendukung sehingga kesan 'luxury' bisa benar-benar terasa terutama dalam penyajian makanan, minuman gratis, desain toilet yang lebih luas, serta pramugari yang siap sedia. Termasuk hiburannya ditambah, maka saya yakin kereta ini bisa terbaik se Asia Tenggara. (Update : Telah diluncurkan kereta Luxury 2 untuk jalur selatan, tetapi kursinya tidak seperti ini).
Satu lagi, media jangan memberitakan terlalu heboh, kadang ekspetasi orang kan bisa berbeda-beda.
___
Ulasan ini ditulis pada bulan Mei 2019.
Komentar
Posting Komentar