Ulasan : Sheraton Mustika Yogyakarta Resort & Spa


Sesekali mencoba hotel dengan suasana resor di Yogyakarta, pilihan langsung jatuh kepada hotel Sheraton Mustika, yang dimiliki oleh seorang tokoh yang mempunyai merek kosmetik terkenal di Indonesia (sesuai nama hotelnya). Sebenarnya saya sudah pernah menginap di sini pas SD, mungkin berkisar tahun 2002-2003 dan hotelnya waktu itu masih terlihat keren banget, apakah sekarang masih keren? Mari kita ulas.


Hotel ini dibuka pada tahun 1997 dan wajar jika masih ada beberapa sisi yang terlihat tua.

Lobby dan Aksesibilitas


Lobi berada di lantai 7, hotel ini dirancang cukup unik karena semua kamar berada di bawah lobi ketika hotel-hotel pada umumnya kamar berada di atas lobi, jadi untuk mencapai lobi, kendaraan harus menanjak cukup curam, kalau jalan kaki keluar area hotel juga lumayan gempor karena harus menanjak dan menuruni tanjakan kira-kira lima lantai.

Desain Arsitektur
Lobi


Menurut saya hotel ini unik dan keren, karena desain interior terutama lobu bergaya Jawa yang kental dan mewah (baru direnovasi) sehingga seakan-akan serasa di Keraton tetapi versi modern walau agak disayangkan bangunan lain seperti restoran atau club sudah terlalu standar modernnya seperti hilang pakem Jawa nya. Disekitar lobi terdapat toko pakaian, restoran Androwino, dan ATM bank merah, serta di lantai atas ada restoran khas India yang menurut saya jarang. 


Seinget saya dahulu lobinya ada dua sisi, kiri dan kanan, namun sekarang sudah tinggal yang kiri saja karena yang kanan (timur) sedang dalam proses renovasi, tetapi sayang sekali desainnya terlalu kontemporer pada umumnya, tidak menggunakan gaya seperti di bawah ini yang benar-benar terasa aura mewahnya dan khas Jawanya benar-benar terasa, seperti di Keraton.






Untuk sekadar info, drop-off berada di lantai enam dan tamu diwajibkan untuk naik tangga selama satu lantai dan itu agak menyulitkan untuk orang tua apalagi membawa kursi roda, solusinya mudah.

Di bawah tangga yang semestinya menuju lobi, ada jalan akses kecil menuju masuk gedung yang tembusnya ke Club Lounge di lantai enam, nah dari sana langsung lurus terus maka bisa tembus ke area lift, jadi Anda bisa ke lobi ataupun ke kamar langsung melewati lift tersebut tanpa harus mendaki atau menuruni tangga.






Pelayanan


Concierge lumayan sigap, memang tidak terlalu aktif tetapi cukup kooperatif dalam menangani barang, setelah barang ditaruh dalam troli maka bell boy akan memberikan kupon yang harus diberikan ke resepsionis agar bell boy bisa tahu kamar kita nantinya, dan bisa mengantarkan barang-barang tersebut.

Resepsionis lumayan ramah, dan kami diberikan juga minuman selamat datang atau welcome drink. Pelayanan cukup cepat dan ringkas, kamipun dibawa oleh seseorang dari pihak hotel menuju lift ke lantai lima. Saya masih ingat merek liftnya yang dahulu dengan yang sekarang, terlihat liftnya baru. Oh iya, setiap lantai Sheraton mempunyai sofa di depan lift yang entah untuk apa.






Dengan Mbak Isna, kami pun diantar menuju kamar dan agak terkesima juga padahal kelasnya hotel premium bukan mewah "luxury", bahkan saya menginap di Marriott Yogya pun tidak di escort seperti ini padahal waktu itu okupansinya lagi rendah, memang suatu pelayanan khusus dari Sheraton.


Waktu itu, sedang dilakukan proses renovasi di hotel dan tidak heran banyak tukang yang lalu-lalang di koridor, membawa gerobak berisi material dan menurut saya ini agak mengganggu, tetapi pihak hotel sudah mengatakan di web dan di secarik kertas jadi kami berusaha maklum. Terlihat perbedaan antara koridor yang sudah direnovasi dan belum direnovasi, namun menurut saya koridor yang telah direnovasi terlihat lebih segar namun terlalu standar, kalau ada aksen Jawa mungkin lebih keren dan tidak monoton seperti hotel kebanyakan.






Kamar


Kamar Sebelum Renovasi


Kamar lumayan besar, entah mengapa saya lebih senang mendapat kamar yang belum direnovasi walaupun terlihat tua, daripada yang sudah direnovasi, karena saya melihat hasil desain yang baru malah tidak ada kesan Jawa, malah simpel sekali seperti hotel budget, dan tidak ada aksen Jawa nya, terlalu modern dan generik. Lebih baik kamar di hotel Tentrem ataupun di hotel Marriott.


Kamar Yang Sudah di Renovasi (Sumber : Sheraton)


Dan ini mungkin terakhir kalinya sebelum renovasi saya mendapatkan bak mandi di Sheraton Yogyakarta, karena menurut pengamatan saya kamar-kamar pasca renovasi akan diganti menjadi shower box semua. Kamar mandinya memang sudah tidak terlalu mewah.






Kamar Mandi dan Toilet 

Amenities


Perlengkapan atau amenities ya standar bintang lima, namun lima rendah (kelas premium), kalau di Accor kelasnya mirip dengan Grand Mercure lah, yaitu ada sabun, shampoo, conditioner, body lotion, sisir, shaver.

Selain itu, ada beberapa perlengkapan lain seperti sandal namun sayang kualitasnya murahan seperti menginap di hotel bintang tiga, tersedia juga kulkas (walau isinya kosong) dan brankas serta lemari pakaian, namun agak disayangkan tidak ada setrika beserta mejanya, apalagi jam weker + speaker (biasanya merek JBL) layaknya hotel berbintang 5+, padahal di web resmi tertulis.

Tersedia teko air panas, air minum botolan dan teh serta kopi dengan pelengkap gula pasir dan gula rendah kalori, teh yang disediakan sepertinya merek lokal (terkenal), saya kira teh impor merek D.


Kopi dan Teh serta Air 


Televisi lumayan besar dan mempunyai saluran lokal dan internasional, dan sama seperti di Accor, setiap menyalakan televisi selalu menawarkan member Marriott Bonvoy terus menerus mentang-mentang sudah membeli grup Starwood (Sheraton, Luxury Collection, Westin, Le Meridien).

Tempat tidur empuk dan nyaman, bantalnya tersedia banyak, sehingga mau dibuat perang bantal atau memeluk bantal pasti rasanya sangat puas.


Di sini poin yang menurut saya bagus, karena setiap kamar mempunyai balkon, tetapi yang lebih istimewa lagi adalah kamar saya menghadap ke kolam renang yang mempunyai desain seperti Taman Sari (bukan tempat spa) dan pemandangannya langsung menghadap ke Gunung Merapi, sayang waktu itu sedang berkabut, kalau sedang cerah pasti pemandangannya keren banget karena bentuk gunung benar-benar terlihat dengan jelas.

Pemandangan


Trik :
Pilih Deluxe Mountain View, harga beda 60.000 tetapi pemandangan langsung menghadap ke Gunung Merapi, dan minta kamar kepala X30 agar benar-benar lurus ke Merapi.

Sekitarnya


Kolam renang terletak di lantai satu, dan agak berundak-undak bahkan menuju kolam renang pun harus menggunakan tangga, terlihat benar-benar didesain sedemikian rupa seperti resor di Bali yang penuh dengan penghijauan dan kolam dengan bar di tengah-tengah. Selain itu ada fasilitas lapangan tenis dan tempat bermain anak namun tidak difoto.



Kolam Renang (Umum dan Private)

Jika menginap di kamar lantai satu yang mendapatkan akses kolam renang, itu merupakan kolam renang khusus untuk kamar-kamar tersebut, layaknya di Bali. Jadi pemandangannya langsung disuguhkan dengan kolam renang spesial yang tidak tercampur dengan umum.


Pemandangan Gedung


Saya  

Parkir


Parkir lumayan luas, tetapi jika parkirnya di lapangan bawah terlalu jauh untuk ke gedung, jadi bisa di depan lobi drop off, namun kalau parkir di sekitar drop off / lobi penuh, ada trik khusus, parkir rahasia di lantai dua. 


Ketika menanjak menuju lobi di atas, di pertengahan tanjakan ada jalan kecil antara belok kiri dan kanan, pilih belok kiri, lalu langsung belok kanan, ikuti jalan sempit terus dan tembusnya adalah kolong fondasi drop off dan beberapa ruang rahasia, parkir di sana lumayan aman karena tidak akan kehujanan dan kepanasan, akses masuk dari pintu karyawan.


Dan cukup tinggi juga, jadi mobil yang membawa punuk atau bagasi di atas tidak perlu khawatir mentok dengan atap-atap, kalaupun tinggi juga bisa parkir di area lobi, cukup besar.

Keder? Sama ! Mending tanya satpam saja hahaha.


Parkiran Rahasia


Dengan harga mulai dari kepala 1 juta, menurut saya merupakan suatu pilihan yang baik karena hotelnya besar, kamar juga lumayan baik, mempunyai balkon dengan pemandangan spektakuler, kolam renang besar , dan dekat bandara. Dibanding menginap di hotel yang satu jalan dengan ini, merupakan hotel tua dari zaman Soekarno, tidak sepadan karena kamarnya terlihat murahan seperti bintang empat biasa. 8/10 lah.



Desain yang mengedepankan budaya Jawa untung masih ada walau tinggal sedikit, jika Sheraton menghilangkan budaya atau kesan Jawa sama sekali dan lebih memilih mengganti desain kontemporer modern yang umum, saya rasa tidak akan ada seninya, walau pemandangannya bagus, karena saya lebih memilih menginap di Marriott atau Tentrem karena masih ada rasa kontemporer Jawa/batik nya masih terlihat walau tidak terlalu tampak.

Komentar