Kisah : Hutan Pinus Imogiri dan Sate Klathak


Merupakan bagian dari “Dolan Dewe – Mei 19”
YOGYAKARTA – 2 MEI 2019

Dari stasiun Tugu, saya pun memesan ojek online menuju penginapan untuk check-in dan saya tahu kondisi masih pagi sehingga saya belum bisa masuk ke kamar, akhirnya saya menitipkan barang saya terlebih dahulu di sana sambil mengurus urusan penginapan seperti isi formulir dan lain-lain.


Ketika urusan di penginapan telah selesai, kemudian saya langsung cus cabut naik transportasi online menuju tempat yang sudah ditentukan yaitu di UTY Glagahsari (yang saya sempet salah kira itu di Kulonprogo), alhasil setelah naik transportasi darng tersebut, saya pun ketemu dengan kawan-kawan saya (Budhonk dan Buonyet) yang ternyata sudah menunggu karena kereta api saya yang agak terlambat.


Tanpa membuang waktu, akhirnya saya dibonceng oleh Budhonk yang merupakan pentolan walang (wanita petualang), tancap gas menuju Imogiri untuk membuat suatu proyek ulang tahun salah seorang teman kami yang namanya seperti menteri BUMN tapi kita sebut saja namanya Budip. Di perjalanan kami lebih banyak ngobrol tetapi terhanyut aku akan nostalgi saat saya dahulu pertama kali ketemu dengan MR.DOOSSS ke Imogiri tetapi saya dibonceng sama Budip dulu.

Ke Hutan Pinus


Nah ini, proses perjalanan sebenarnya cukup seru untuk diceritakan, karena selama perjalanan kami mendapatkan pemandangan yang indah dan juga motor Budhonk yang sudah tidak kuat menanjak karena sudah sepuh seperti orangnya hahaha lagian motor sudah berusia 10 tahun dan sering diajak naik gunung saya rasa memang perlu dipurnabaktikan.


Akhirnya di tengah perjalanan menanjak menuju hutan pinus Imogiri, kami berdua pun tukeran motor dengan Buonyet, baru kami berdua bisa menanjak seperti sedia kala bahkan lebih kencang sampai Buonyet ketinggalan.



Tempat Tukar Motor, Indah 'kan?

Singkat cerita, setelah melewati berbagai macam rintangan dan jalan yang berbelok-belok mendaki gunung lewati lembah, akhirnya kami tiba di objek wisata, tetapi kita tidak mendatangi ke objek wisatanya namun hanya numpang parkir saja agar aman sejahtera.


Setelah tiba di tujuan, kami pun bersantai sambil makan kuaci sambil memulai merekam proyek ulang tahun untuk Budip dengan ala-ala acara Jejak Petualang, apalagi Budhonk ini adalah wanita petualang sejati jadi cocoklah dengan konsepnya. Kemudian kami berjalan mencari tempat untuk merekam, dan makin ke dalam ternyata kami tidak sengaja menemukan hutan pinus yang masih benar-benar alami tidak ada campur tangan manusia, kami pun numpang foto di sini sambil merekam proyek ulang tahun agar cepat selesai. Dan memang suasananya bagus sekali untuk difoto karena masih tergolong alami.


Bu Onyet dan Bu Dhonk di Hutan Pinus

Baru setelah aktivitas tersebut selesai, kami mengobrol dan bersantai ria sambil menikmati alam yang indah dan syahdu walau digigit semut, tetapi memang menikmati alam ini jauh lebih elok jika orang-orangnya pun tergolong enak untuk diajak ngobrol dan bersantai.


Kami pun ngobrol panjang lebar sambil ngemil cemilan yang dibawa oleh ibu-ibu ini, dan baru kali ini saya mengetahui ada orang yang makan Sarimie mentah ! Yaitu Buonyet yang menyantap mie tersebut dengan bumbu serta mie mentah tersebut dengan sangat nikmatnya, wah benar-benar anak micin deh orang yang satu ini. Nyentrik sekali.


Menikmati Suasana Alam

Dan jangan salah, waktu benar-benar terasa cepat dan tidak berasa, padahal rasanya baru sebentar ngobrol tetapi waktu sudah berjalan cepat sekali, dari pukul sebelas tiba-tiba waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Akhirnya kami mengumpulkan sampah-sampah ke dalam suatu wadah dan dibuang ke tempatnya ketika jalan ke arah parkiran motor.


Tetapi, saya benar-benar lebih senang menikmati pemandangan alam yang masih benar-benar alami dan belum terjamah manusia karena lebih elok dilihat baik itu hutan, pantai ataupun gunung. Karena daerah yang telah turistik menurut saya bukan liburan yang seru karena sudah palsu (fake), bahkan saya ke Jepang pun harus mencari objek yang masih alami dan saya agak egois juga sih tidak akan memberi tahu di mana karena takut orang pada merusak.

Untuk informasi, nama daerahnya adalah Dlingo, dan tidak harus di objek wisata untuk mendapatkan pemandangan seperti ini karena gratis pun bisa kalau bisa menemukan tempatnya.


Proses Perekaman dan Suasana Alam Ketika di Jalan

Sate Klathak


Kemudian, kami pun turun untuk mencari makan siang di Sate Klathak Pak Pong yang beralamat di Jl. Sultan Agung No.18 Bantul, DIY. Hati-hati banyak tiruannya dan bisa saja sewaktu kunjungan restorannya dipadati oleh pengunjung karena sudah lumayan terkenal.


Saya baru pertama coba sate yang katanya terkenal di Bantul ini, yang kalau tidak salah namanya Sate Pak Pong, dan ternyata sate klatak adalah sate daging kambing muda yang tusukannya pakai besi yang mungkin dari ban sepeda, serta ukuran potongan daging kambingnya lebih besar dibandingkan sate pada umumnya. Saya sih dipesankan nurut saja yang penting saya sudah sangu obat kolesterol daripada kenapa-kenapa.


Ketika makanan datang, ternyata memang benar ukurannya jumbo sekali, saya mendapat dua tusuk dengan kuah di bawahnya, serta meminta kecap dengan cabai (wah ini bumbu yang dahsyat untuk makan sate) dan teh poci yang sangat panas yang dipadukan dengan gula batu berukuran besar sekali sehingga rasanya amat manis seperti aku.


Rasa satenya lumayan apalagi ketika lapar melanda, wah benar-benar nikmat sekali. Apalagi jika ditemani dengan mood yang baik maka rasanya sungguh enak, tetapi ini ada tips melihat mood dari saya yaitu moo orang bisa dipantau dari makannya, jika dia tidak bisa menikmati sama sekali (tidak lahap) serta diikuti dengan tidak habis, itu artinya dia sedang tidak bisa menikmati hidup atau moodnya kurang baik, bisa juga karena sakit.


Restorannya lumayan besar, dan kita dapat di bagian tengah dan terlihat cukup ramai dengan banyak meja yang disuguhkan, jika beruntung maka kita bisa melihat pemandangan hamparan sawah. Saya melihat tempatnya memang restoran jadi kebersihannya lumayan terjaga bahkan saya melihat ada toilet yang memang layak serta musholla. Jadi boleh juga untuk makan di sini, pokoknya bertiga habis Rp106.000 termasuk tambah minum teh poci dan es jeruk serta teh manis hangat dua biji, lumayan lah.



Sate Klathak dengan Teh Poci

Akhirnya setelah makan, kami pun jalan ke arah kota dan mengakhiri perjalanan di suatu gang di dekat UTY, dan saya lanjut pulang ke losmen dengan transportasi online. Dan Buonyet dan Budhonk pun kembali lagi ke rumahnya di daerah Condongcatur.


Sekian kisah perjalanan saya saat ini, sampai jumpa di kisah perjalanan saya selanjutnya.

Komentar