Ulasan : Naik Airbus A350-900, Malaysia Airlines KUL-NRT (Pengalaman)

Saya hendak bercerita sedikit, sekadar pengalaman naik pesawat yang saya idam-idamkan, dan bukan suatu ulasan yang komprehensif juga karena waktu itu memang belum niat menulis blog lagi. Tetapi siapa tahu bisa menjadi inspirasi para pembaca.

Pertengahan tahun 2018 lalu, saya agak menyesal kenapa waktu liburan tengah tahun kemarin saya tidak mencoba Airbus A350 yang merupakan pesawat terbaru dan tercanggih di dunia saat itu dan waktu itu saya naik Singapore Airlines.

Namun, yang di Atas sangat baik, tanpa diduga saya bisa mendapatkan pesawat jenis ini walau menggunakan Malaysia Airlines, padahal awal membeli semestinya adalah menggunakan Airbus A380 tetapi di menit terakhir diganti jadi jenis ini. Alhamdulillah.

Gambaran A350 (Sumber : airbus.com)

Denah Pesaawt A350 (Sumber : malaysiaairlines.com)

Saya berangkat dari KLIA menuju Narita di Jepang, menggunakan penerbangan sebagai berikut :


Perjalanan

Tentu ketika saya tahu pesawat ini yang akan membawa saya ke Jepang, tentu saya sangat senang luar biasa karena baru pertama juga naik pesawat jenis ini, pas saya memasuki pesawat saya agak tercengang karena plafonnya sangat tinggi, seperti rumah, padahal ini pesawat. Jadi kesan luasnya benar-benar terasa.

Selain itu, pesawatnya terlihat modern walau agak disayangkan kursi MH ini agak kurang berkelas seperti tetangga-tetangganya. Kalau tidak salah pesawat ini mempunyai tiga kelas, yaitu ekonomi, bisnis, dan business suite (dahulu first class).
Interior
Business Suite (Sumber : malaysiaairlines.com)
Tentunya, kami menggunakan kelas ekonomi karena alasan budget, walaupun sebenarnya harga tiket sekali jalan saat itu bisa mendapatkan tiket PP Jakarta-Tokyo. Untung ada sponsor yang membayarkan tiket kami walau itu saudara, terima kasih bos.

Untuk fasilitas Malaysia Airlines menuju Tokyo-Narita, disediakan snack pra-terbang, jadi kita sebelum tidur bisa kenyang, harapannya bisa tidur pulas namun kenyataannya tidak. Snack yang disuguhkan adalah roti seperti roti prata dengan kacang masin khas MH, serta minuman.
Snack Pembuka
Fasilitas pendukung lain adalah PTV (personal TV) yang sangat baik karena masih baru dan cukup responsif, ketika awal duduk terdapat nomor kursi dengan estimasi perjalanan menuju tujuan, selain itu karena ini mereknya Panasonic maka ada Voyager (program informasi perjalanan) yang cukup canggih seperti di maskapai berkelas lainnya, serta di pesawat ini terdapat kamera luar jadi kita bisa melihat pemandangan dari luar pesawat tetapi karena gelap tentu tidak terlalu berguna.

Namun isi hiburannya masih standar Malaysia Airlines, agak disayangkan karena kurang up to date baik musik atau filmnya. Untung saja, salah satu potongan film favorit saya ada di sini, karena saya ketika naik pesawat selalu mendengarkan salah satu lagu yang ada di film The Greatest Showman, yaitu This Is Me.
Personal TV

Karena pesawat baru, maka biasanya di bawah kursi juga terdapat colokan listrik sehingga tidak perlu khawatir baterai gawai atau ponsel habis di tempat tujuan apalagi ponsel saya tuh baterainya boros, jadi aman sejahtera karena menghemat isi powerbank. Selain itu adalah safety card dari Airbus A350-900 milik MH.




Selain itu, video keselamatan atau safety video yang ditampilkan juga terlalu standar jadi tidak saya ulas karena sangat standar dan kaku seperti safety video Singapore Airlines yang lama, namun MH mempunyai poin plus yaitu ada doa sebelum berangkat serta kitab suci di dalam hiburannya, menurut saya ini poin bagus mengingat Malaysia mempunyai mayoritas Agama Islam.



Dan yang pasti adalah A350 menyediakan kabin yang bisa dibilang lebar sehingga kursi tidak terasa sempit (seperti 787) jadi terasa amat pas, selain itu juga mempunyai jendela yang besar (cuma sayang pemandangannya gelap), dan teknologi yang bagus karena tekanan di dalam kabin bisa diatur jadi tidak membuat telinga pengang.

Lepas landas pun tiba, bahkan ketika V1 (kecepatan maksimum), pesawat tidak berisik, cuma bunyi "drrrr" aja seperti naik mobil, ketika pesawat lain bunyinya sudah merongrong mepekakkan telinga. Malah terkadang saya jadi parno ini mesin pesawatnya nyala apa tidak hahaha. Akhirnya pesawat pun berhasil lepas landas dengan sempurna.

Jujur, saya itu takut naik pesawat, maka sengaja saya membawa obat yang mungkin dapat berguna untuk membantu saya tidur, namun kenyataannya saya tetap tidak bisa tidur nyenyak sampai di Tokyo ditambah lagi turbulensi nya benar-benar hampir separuh perjalanan dan badan seperti dikocok-kocok. Tidak guna !
Obat Mabuk Tidak Mempan
Saya studi banding ke toilet, hanya saja kondisinya pas masuk tidak karuan, tissue berjatuhan dan jendela terbuka, entah pramugarinya belum bereskan kali ya. Dan, toilet nya bagus dan modern hanya saja tidak saya foto karena kurang dalam kondisi prima.

Hampir semua pesawat jenis ini (namun tergantung maskapai), menyediakan WiFi on board, tentu saya coba dan harganya lumayan suam-suam kuku, dengan kecepatan yang lumayan untuk upload IG Story, walaupun kuotanya sangat terbatas, tetapi lumayan lah untuk mejeng.

WiFi On Board

Saya awalnya mencoba membayar menggunakan kartu debit bank CN dari Malaysia, namun ditolak, akhirnya saya pakai kartu kredit asing C akhirnya bisa, dan lumayan bisa digunakan sampai pagi dan ada waktu serta pemakaian kuota.

Namun, setelah saya mencoba unggah story di IG sekali, saya mencoba tidur karena hari sudah mulai larut, di tambah pesawat bergoncang bak naik kereta api sehingga hati rasanya mulai jengkel. Mau dimerem-meremkan tetap saja tidur tidak nyenyak, nasib.

Singkat cerita, di pagi hari, kami disuguhkan pemandangan musim dingin sudah terlihat indah menawan hati, rasanya seperti aurora, dan saya agak jarang melihat ini di Indonesia. Pagi-pagi pramugari sudah bersiap menyebarkan makanan sambil memberikan kartu imigrasi untuk memasuki wilayah Jepang.
Indah

Singkat cerita, ketika melintasi daerah Taiwan, kami pun disuguhkan sarapan pagi dan saya memilih nasi ayam, dengan pelengkapnya ada buah, yogurt, teh, air mineral, dan kue serta kacang masin khasnya.

Rasanya, biasa saja dan nasinya juga panas sekali sehingga susah makannya, untuk yang lain rasanya juga biasa saja tetapi lumayan untuk mengenyangkan perut. Selain itu makannya juga pakai sendok melamin bukan stainless sehingga tidak terlalu terasa elit seperti naik Garuda. Tapi saya maklum karena sedang kesulitan keuangan.

Makanan di Pagi Hari

Singkat cerita, kami pun telah mendarat di Bandara Narita, dan alhamdulillah mulus tanpa ada suatu halangan apapun juga, namun 6 jam perjalanan sangat berasa lama sekali jika naik pesawat, tetapi syukurlah pesawat baru jadi rasanya tidak terlalu menyiksa terutama kelembaban dan tekanan udara yang baik jadi telinga tidak terasa sakit.
Mendarat

Malaysia Airlines adalah anggota dari aliansi Oneworld, sama dengan JAL, jadi kami mendarat dari Terminal 2 Narita yang merupakan markas JAL dan beberapa maskapai satu aliansinya (American, Cathay, British, dll). Sedangkan Terminal 1 adalah markas Skyteam (Garuda, Korean, Delta, dll) dan Star Alliance (ANA, SQ, United, dll).

Selayang pandang, Terminal 2 ini terutama bagian imigrasi dan pengambilan bagasinya terasa seperti di Don Mueang, Kansai, dan Narita T1 itu sendiri. Umur terminal 2 ini sama dengan terminal 2 CGK.

Moncong A350 yang indah

Kesimpulannya, Airbus A350 memang keren, malah Malaysia Airlines terasa lebih gagah jika menggunakan pesawat ini, terlihat sedikit lebih berwibawa.


Malaysia Airlines pelayanannya juga oke, makanannya ya standar saja tetapi ada snack jadi lumayan lah, hiburan juga relatif baru karena pesawatnya juga baru jadi menurut saya nilainya adalah 7,5/10, tetapi kalau naik pesawat yang lawasnya, tidak deh. Namun sini letak kekurangan Garuda, karena negara tetangga rata-rata sudah memiliki pesawat teknologi terbaru, tetapi Garuda masih berkutat pada pesawat seri lama. Semoga bisa lebih bersaing lagi.

Gambaran Terminal 2 (Sumber :narita-airport.jp)

Artikel ini pertama kali terbit di blog saya yang dolanplesiran.wordpress.com, saya migrasi ke sini karena banyak gambar yang hilang di sana.
____

Satu pesan saya, jangan naik MH kalau dari Jakarta, tidak akan tentram dengan karakter penumpangnya yang urakan, walau begitu justru mereka bukan orang Indonesia tetapi orang dari Asia bagian tengah, karena orang-orang Indonesia itungannya jauh lebih tertib dibanding mereka yang memanggil pramugari seperti memanggil hewan, dengan siulan beserta siulan.

Komentar